Ketua Panja Mafia Tanah DPR: Kinerja Menteri Sofyan Djalil Buruk
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mengkritik kinerja Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil terkait dengan konflik tanah yang kerap terjadi.
Ketua Panja Mafia Tanah Komisi II DPR itu menyebut konflik rentan terjadi karena Kementerian ATR/BPN sering mengesampingkan hak hukum tanah masyarakat saat memberikan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
“Seringkali dari hak atas tanah yang diberikan itu masyarakat justru menjadi kehilangan tanah," katanya, dalam keterangan resmi Kamis (21/10).
Persoalan ini juga diperparah oleh aksi mafia tanah yang melibatkan oknum Kementerian. Ia menilai Sofyan telah membiarkan kasus ini selama bertahun-tahun. Politisi PDIP itu juga mengungkapkan setidaknya terdapat sebanyak lima poin yang menjadi catatan buruk Kementerian ATR/BPN di bawah kepemimpinan Sofyan Djalil.
Pertama, penyebab sertifikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) bermasalah, karena pengukuran melibatkan pihak ketiga dalam hal ini surveyor yang ditunjuk lewat lelang pekerjaan oleh BPN Pusat.
"Validitas pengukurannya menurut saya semi ilegal dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” ujarnya.
Selain itu, dalam catatan kedua, kata Junimart lagi, seleksi pejabat eselon III dan II di lingkungan Kementerian ATR/BPN selama ini berlangsung sangat diskriminatif. Ia bahkan menyebutnya cenderung korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di mana banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memenuhi syarat tidak bisa menduduki jabatan strategis, bahkan sebaliknya.
Ketiga, keberadaan Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra selama ini dinilai kurang bekerja menjalankan reforma agraria dan penanganan konflika. Hal tersebut dikatakannya sebagai salah satu penyebab selama satu tahun terakhir pengukuran ulang terhadap konflik HGU tidak pernah bisa terealisasi.
Keempat, maraknya buku tanah atau warkah pendaftaran tanah yang hilang. Padahal warkah itu kumpulan berkas penerbitan sertifikat tanah yang disimpan oleh BPN. “Ketika barang berharga itu hilang, akibatnya kepastian sertifikat tidak terpenuhi dan ironisnya lagi banyak sertifikat tanah terbit yang lokasinya tidak bisa ditemukan," ujarnya.
Sedangkan catatan kelima, Kementerian ATR/BPN dianggap lebih memprioritaskan program pemberian sertifikat tanah gratis (PTSL) yang tidak sesuai sasaran. Padahal PTSL seharusnya diprioritaskan kepada para petani penggarap atas lahan yang dibagikan oleh negara sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.
“PTSL, redistribusi, reforma agraria hanya sebatas euforia, jauh dari target yang dicanangkan oleh Presiden,” Junimart menambahkan.
Junimart pun menyarankan agar Sofyan Djalil mengundurkan diri dari jabatannya di Kabinet Indonesia Maju jika tidak mampu menyelesaikan carut-marut pertanahan tersebut.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil telah memberikan ultimatum keras kepada para mafia tanah yang masih beroperasi. Sofyan menegaskan agar para mafia tanah tidak lagi melakukan aksinya. Ia berjanji akan aktif mengawasi dan melakukan berbagai upaya guna memberantas mafia tanah.
"Tidak boleh mafia menang, tidak boleh," katanya dalam konferensi pers, Senin (18/10).
Sofyan menjelaskan mafia tanah sulit diberantas jika kasusnya sudah masuk pengadilan dan terjadi sengketa. Apalagi jika kasusnya sudah lewat bertahun-tahun. Kendati demikian, Sofyan menegaskan pihaknya sudah berkolaborasi dengan aparat penegak hukum untuk mengatasi persoalan ini.