Mengenal Kekerasan Berbasis Gender Online dan Upaya Pencegahannya
Perkembangan dan inovasi teknologi terjadi dengan sangat pesat, hingga dalam berbagai kasus, tidak seimbang dengan peningkatan kapasitas serta tingkat kewaspadaan seseorang dalam mengakses informasi di internet. Hal ini akhirnya dimanfaatkan sejumlah oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan.
Sama halnya dengan kasus perundungan siber dan perlindungan data pribadi, kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang utamanya mengincar perempuan dan kaum rentan, saat ini tengah marak di Indonesia.
Mungkin kita tidak menyadari hal ini, tetapi tindak kejahatan KBGO sebetulnya sudah sering terjadi. Contoh paling mudah adalah ujaran kebencian, komentar kasar dan bernada seksisme, hingga pelecehan melalui direct message (DM) secara berulang.
Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, terdapat 940 kasus KBGO sepanjang 2020. Jumlah tersebut meningkat secara signifikan dari 241 kasus pada 2019. Data ini dapat menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap KBGO dan tingkat kewaspadaan di ranah digital masih sangat rendah.
Menurut Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, perempuan acap kali menjadi mayoritas incaran pelaku KBGO karena konstruksi gender di masyarakat sering menempatkan perempuan dalam posisi yang mudah ditipu dan ditekan.
Memahami arti KBGO
Dalam laporan yang disusun oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), merujuk Komisioner Tinggi Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), kekerasan berbasis gender (KBG) terjadi pada seseorang berdasarkan seks atau gender.
Dengan demikian, KBGO merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi di dunia maya. Tindak kekerasan ini harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender. Jika tidak, tindak kekerasan tersebut masih termasuk dalam kekerasan umum di ranah online.
Ada tiga kelompok orang yang paling berisiko mengalami KBGO berdasarkan Riset Association for Progressive Communications (APC). Antara lain seseorang yang terlibat hubungan intim, kelompok profesional yang terlibat dalam ekspresi publik (aktivis, jurnalis, penulis, peneliti, musisi, hingga aktor), serta penyintas dan korban penyerangan fisik.
Lalu, apa saja tindak kekerasan yang masuk dalam kategori KBGO? Laporan SAFEnet menyebutkan, ada delapan bentuk KBGO yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Antara lain pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), dan konten ilegal (illegal content)
Selain itu, ada pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment).
Sementara Internet Governance Forum (IGF) mengategorikan KBGO berdasarkan spektrum perilaku, seperti penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan eksploitasi.
Lembaga ini menilai bahwa KBGO dapat terjadi dalam kombinasi ruang offline dan online, di mana korban bisa saja mengalami tindak kekerasan penyiksaan fisik, seksual, dan psikologis di dunia nyata.
Upaya mencegah KBGO
Pemerintah dan pemangku kepentingan tengah menggalakkan pentingnya literasi digital untuk menekan potensi terjadinya KBGO. Pasalnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menilai perlindungan penyintas KBGO saat ini belum dapat terlaksana sepenuhnya karena sejumlah faktor.
Salah satunya adalah kendala mengidentifikasi pelaku KBGO. Yang paling merugikan justru dialami korban di mana jejak digitalnya umumnya terlanjur tersebar di dunia maya dan sulit dihapuskan.
Dari perspektif lain, SAFEnet menilai penegakan hukum bukan lah satu-satunya ujung tombak dari pencegahan KBGO. Masyarakat perlu mengubah cara pandang terkait relasi gender dan seksual dengan korban. Tanpa hal tersebut, bagaimanapun juga pelaku akan tetap memiliki cara pandang yang bias terhadap gender.
Terlepas dari itu semua, perlindungan privasi tetap menjadi kunci utama keamanan diri ketika beraktivitas di ranah digital. SAFEnet merekomendasikan delapan langkah penting untuk melindungi data pribadi kita dari potensi kejahatan dunia maya, apapun itu bentuknya.
Pertama, memisahkan akun pribadi dan akun publik. Kedua, mengontrol data pribadi yang hendak kamu bagikan di media sosial dan siapa saja yang dapat mengaksesnya. Data ini dapat berupa nama, foto, nomor ponsel, hingga lokasi.
Ketiga, upayakan untuk menciptakan password yang kuat (mengandung unsur huruf, angka, dan simbol) dan menggantinya secara berkala. Aktifkan juga verifikasi dua langkah (two factor authentication) sebagai kunci keamanan ganda.
Keempat, selalu waspada dan jangan mudah percaya dengan aplikasi pihak ketiga, apalagi jika meminta akses ke akun media sosialmu. Kelima, upayakan untuk menghindari berbagi lokasi secara real-time karena hal ini dapat menjadi celah bagi oknum tertentu untuk melakukan tindakan kejahatan.
Keenam, jangan sembarang membuka tautan-tautan yang tidak jelas sumbernya. Bisa jadi, tautan tersebut mengarahkan kita ke situs berbahaya yang dapat mencuri data pribadi. Ketujuh, cobalah melakukan detoks data untuk mengontrol privasi di dunia maya. Dan terakhir, selalu menjaga kerahasiaan PIN atau password pada laptop pribadi.
Selain itu, SAFEnet juga merekomendasikan empat langkah utama apabila Anda menjadi korban KBGO. Pertama, Anda perlu mendokumentasikan hal-hal yang terjadi karena dokumentasi ini akan membantu proses pelaporan dan pengusutan oleh pihak berwenang.
Kedua, pantau dan nilai situasi yang sedang dihadapi sehingga Anda dapat lebih tepat dan aman dalam membuat keputusan ketika dalam situasi sendiri.
Ketiga, carilah individu, lembaga, organisasi, atau institusi terpercaya yang dapat memberikan bantuan, seperti pendampingan hukum, psikologis (konseling), hingga keamanan digital. Komnas Perempuan memiliki saluran khusus pengaduan melalui telepon 021-3903963 dan 021-80305399. Anda juga dapat mengirimkan email ke alamat mail@komnasperempuan.go.id.
Keempat, Anda punya opsi untuk melaporkan dan memblokir pelaku. Selain itu terhadap akun-akun yang dianggap mencurigakan, membuat tidak nyaman, dan mengintimidasi diri Anda melalui platform online yang digunakan.
Informasi lebih lanjut tentang literasi digital dapat diakses melalui info.literasidigital.id.