Kebutuhan Mendesak, Jokowi Atur Paten Obat Remdesivir Favipiravir
Pemerintah resmi mengatur paten terhadap obat Remdesivir dan Favipiravir untuk pengobatan Covid-19. Paten kedua obat itu dilaksanakan selama tiga tahun ke depan.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 100 Tahun 2021 dan Perpres 101 Tahun 2021 yang berlaku mulai 10 November 2021. "Pemerintah melaksanakan paten terhadap obat Remdesivir," demikian tertulis dalam Perpres 100/2021, dikutip Jumat (26/11).
Pelaksanaan paten kedua obat untuk memenuhi kebutuhan pengobatan Covid-19 yang sangat mendesak. Bila setelah tiga tahun pandemi belum berakhir, paten oleh pemerintah diperpanjang sampai pandemi ditetapkan berakhir oleh pemerintah.
Menteri Kesehatan pun akan menunjuk industri farmasi sebagai pelaksana paten obat Remdesivir dan Favipiravir. Dengan demikian, perusahaan farmasi di dalam negeri dapat meracik dan memasarkan Remdesivir dan Favipiravir.
Industri farmasi tersebut akan melaksanakan tugas sebagai pelaksana paten kedua obat secara terbatas dan bersifat nonkomersial. Industri juga akan memberikan imbalan kepada pemegang paten sebesar 1% dari nilai jual neto kedua obat.
Favipiravir merupakan obat Covid-19 yang paling banyak tersedia di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada September 2021, stok Favipiravir mencapai 85,91 juta. Sementara, kebutuhan Favipiravir hingga akhir September mencapai 15 juta. Selama ini, obat tersebut dipasok oleh tiga pihak yaitu PT Kimia Farma Tbk, Beta Pharmacon (Avigan), dan Daewoong Infion.
Sementara, stok Remdesivir pada September lebih terbatas dibandingkan obat virus corona lainnya, yaitu 1,04 juta. Kebutuhan Remedesivir pada akhir September sebanyak 326 ribu. Adapun, obat tersebut dipasok oleh Kimia Farma, Amarok dan Daewoong.