DPR Sahkan Revisi UU Kejaksaan, Ini 8 Poin Ketentuannya
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) dalam Rapat Paripurna pada Selasa (7/12).
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad awalnya dibuka dengan mendengarkan pandangan akhir dari Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir. Adies mengatakan salah satu substansi yang menjadi pembahasan dalam revisi UU Kejaksaan adalah usia pengangkatan jaksa dan pemberhentian jaksa.
Demi memberi kesempatan karier lebih panjang bagi jaksa, panitia kerja (panja) revisi UU Kejaksaan sepakat agar syarat usia saat menjadi jaksa minimal 23 tahun dan maksimal 30 tahun. Hal ini karena panja menilai pergeseran pendidikan semakin cepat dan peserta didik semin mudah dalam menyelesaikan studi sarjana.
"Selain itu panja juga menyepakati perubahan batas usia pemberhentian jaksa dengan hormat diubah pada Pasal 12 Undang-Undang ini yang semula 62 tahun menjadi 60 tahun," ujar Adies dalam Rapat Paripurna pada Selasa (7/12).
Revisi juga termasuk aturan soal pembentukan lembaga pendidikan khusus kejaksaan. Kemudian revisi lainnya dalam UU Kejaksaan membahas terkait penugasan jaksa pada instansi lain di luar Kejaksaan RI. Revisi UU disebut untuk mempermudah proses penugasan dan mengakomodasi perubahan ketentuan penugasan tersebut.
Keempat adalah perlindungan jaksa dan keluarga yang dalam revisi UU Kejaksaan dilakukan penyesuaian standar perlindungan. Hal ini dibuat dengan standar perlindungan profesi jaksa dalam United Nations Guidelines on the Role of Prosecutors dan International Association of Prosecutors (IAP).
Kelima adalah kedudukan jaksa agung sebagai pengacara negara dan kuasa hukum yang mengatur perluasan kedudukan jaksa agung sebagai kuasa hukum yang menangani perkara di Mahkamah Konstitusi bersama dengan menteri dalam bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh Presiden.
Keenam adalah perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa agung yang mengatur bahwa jaksa agung diberhentikan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dalam satu periode bersama dengan anggota kabinet.
Ketujuh adalah terkait tugas dan wewenang jaksa yang ditambahkan kewenangannya dalam pemulihan aset, kewenangan bidang intelijen, dan penegakkan hukum yang pengaturannya menyesuaikan dengan UU yang mengatur.
Terakhir adalah penyempurnaan tugas dan wewenang jaksa agung yang menyesuaikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan.
"Apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dapat disetujui untuk disahkan sebagai Undang-Undang?" tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
"Setuju," ujar seluruh peserta Rapat Paripurna.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan salah satu aspek yang dibutuhkan oleh Kejaksaan adalah keadilan restoratif. Dalam revisi UU tersebut, Kejaksaan diberi peran untuk mengedepankan dan menggunakan keadilan restoratif dalam penegakan hukum. Hal ini juga berlaku dalam penanganan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek kemanusiaan.
"Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan fugnsi di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun dalam penegakan hukum untuk menjamin pemenuhan hak-hak dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara," ujar Yasonna.