Survei Charta Politika: 68,1% Responden Setuju Reshuffle Kabinet
Survei terbaru Charta Politika Indonesia menyebut 68,1% responden setuju Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle kabinet.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan survei digelar pada 29 November-6 Desember 2021 dengan total responden 1.200 orang. Survei dilakukan kepada laki-laki dan perempuan usia 17 tahun ke atas dengan metode wawancara tatap muka dan margin of error sekitar +-2,83% pada tingkat kepercayaan 95%.
Selain membahas soal reshuffle, survei juga menunjukkan 61,8% responden merasa puas dengan kinerja pemerintah. Selain itu terhadap kinerja menteri sebanyak 54,6% responden menyatakan kepuasannya. Kendati demikian, jika dibandingkan dengan periode sebelumnya sebanyak 51,7% responden menilai kinerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode pertama lebih baik ketimbang periode kedua.
"Meskipun masih berada di atas 60 persen, terdapat kecenderungan penurunan tingkat kepuasan kinerja pemerintah dibandingkan dengan survei periode sebelumnya," ujar Yunarto dalam diskusi daring pada Senin (20/12).
Terkait dengan penanganan kondisi ekonomi, sebanyak 48,7% responden menilai respons pemerintah terhadap perekonomian saat ini buruk. Meski demikian angka ini turun dari angka 57,% pada periode survei sebelumnya. Sebanyak 72,9% responden juga menyatakan optimisme mereka terhadap kondisi perekonomian satu tahun yang akan datang.
Kemudian terkait dengan kondisi penegakan hukum sebanyak 44,6% menilai penegakan hukum di Indonesia saat ini masih buruk. Selain itu, sebanyak 44% responden juga menilai pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini buruk.
Survei ini juga mengungkap lembaga hukum yang dinilai paling baik kinerjanya. Sebanyak 26,7% responden menilai kinerja aparat yang paling baik saat ini adalah pihak kepolisian sedangkan 25,6% responden menilai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penegak hukum terbaik.
Yunarto menyebut posisi KPK yang berada dibawah kepolisian ini dapat dikaitkan dengan adanya Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK. Namun, ia tidak dapat memastikan apakah rendahnya penilaian publik terhadap KPK merupakan buntut dari revisi UU KPK.
"Saya pikir ini menarik kalau kita membahas secara khusus apakah ada kaitannya dengan UU KPK, apakah ada kaitannya dengan misalnya beberapa peristiwa yang terjadi belakangan termasuk adanya Dewas KPK," tutur dia.