Soal Kasus Korupsi Garuda, Kejaksaan Akan Putuskan Sikap dalam 2 Hari
Kejaksaan Agung akan menentukan sikap terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia Tbk jenis ATR 72-600 dalam kurun waktu dua hari. Sikap yang dimaksud adalah apakah kasus tersebut akan naik ke tahap penyidikkan atau dihentikan prosesnya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi, mengatakan Kejaksaan telah melakukan koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Namun, Supardi mengatakan Kejaksaan belum dapat melakukan ekspos yang lebih besar lantaran pihaknya baru melakukan kegiatan lain termasuk dalam penyidikkan kasus proyek satelit di Kementerian Pertahanan.
"Hasilnya (koordinasi dengan BPKP) ya nanti lah. Mudah-mudahan nih satu dua hari ini sudah kita bisa ambil sebuah keputusan naik (penyidikkan) atau tidak," ujar Supardi saat ditemui Katadata pada Selasa (18/1) malam.
Sebelumnya, Supardi mengatakan Kejaksaan tidak lagi mengusut perkara suap dalam pengadaan pesawat tersebut.
Kejaksaan lebih fokus untuk mengusut adanya dugaan pelanggaran hukum dalam kasus ini yang menimbulkan kerugian negara.
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) juga pernah menangani perkara suap pengadaan pesawat dari empat pabrikan yang menyeret dua pejabat dan seorang konsultan ke penjara.
Jampidsus, Febrie Adriansyah sebelumnya mengatakan akan melakukan gelar perkara kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 pada pekan ini.
Gelar perkara akan menggunakan hasil audit dan investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Gelar perkara tersebut akan menentukan apakah kasus tersebut layak untuk dilanjutkan ke tingkat penyidikan.
"Bila masuk ke penyidikan masih perlu diperdalam," ujar Febrie.
KPK pernah menyidik kasus pengadaaan ATR 72-600 hingga membawa ke pengadilan.
Penyidikan hingga persidangan korupsi pengadaaan ATR 72-600 ini disatukan dengan kasus korupsi pengadaan pesawat dari pabrikan Rolls-Royce, Airbus, dan Bombardier CRJ1000.
KPK memulai penyidikan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda sejak 2016. Dalam proses penyidikan, KPK bekerja sama dengan Serious Fraud Office (SFO) Inggris atau KPK Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK Singapura.
Pengadilan sudah memvonis tiga orang yang terbukti bersalah menerima dan memberikan uang suap dalam proses pengadaan pesawat.
Pertama, Direktur Utama Garuda periode 2005-2014 Emirsyah Satar yang telah divonis hukuman penjara delapan tahun. Sejak Februari 2021, Emirsyah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Kedua, Soetikno Soedarjo yang merupakan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA), PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte Ltd. selama periode 2009-2014.
Perusahaannya bergerak sebagai konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR. Soetikno dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Ketiga, Direktur Teknik PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 dan Direktur Produksi PT Citilink Indonesia periode 2012-2017, Hadinoto Soedigno.
Hadinoto meninggal saat menjalani hukuman penjara pada Desember 2021. Pada Juni 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hadinoto terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Selain itu, Hadinoto dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti atas uang yang diterima dari Soetikno sekitar Rp 80 miliar.