Industri Baja Indonesia Kembali Menggeliat Ditopang Kebijakan Insentif
Industri baja mulai menunjukkan pertumbuhan positif pada 2021 lalu. Berkembangnya sektor ini seiring beberapa kebijakan pemerintah seperti pengendalian impor hingga insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Selain itu pertumbuhan industri baja juga ditopang langkah regulator mengatur pasokan impor. Pasalnya, hampir semua impor baja yang masuk merupakan bahan baku untuk berbagai jenis industri.
"Pertumbuhan positif sektor baja akibat upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah dengan konsep smart supply demand, yang diterapkan dengan berpihak pada industri baja nasional," kata Direktur Industri Logam, Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Budi Susanto dalam keterangan tertulis, Jumat (22/1).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor baja hingga November 2021 mencapai US$ 19,6 miliar dengan surplus neraca perdagangan senilai US$ 6,1 miliar. Secara keseluruhan, sektor industri logam dapat tumbuh 9,82% secara tahunan hingga akhir September 2021.
Kemenperin mengatakan investasi di sektor logam mencapai Rp 87,73 triliun hingga September 2021. Sementara itu, utilisasi pabrikan berada di atas level 60%. Utilisasi adalah perbandingan antara jumlah produksi suatu pabrik dibandingkan kapasitas maksimum produksi.
Sedangkan angka rata-rata Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia selama 2021 di atas level 50,0. Budi mengatakan pertumbuhan manufaktur ini ditopang oleh industri logam termasuk baja.
Pada saat yang sama, Research Oriented Development Analysis (RODA) Institute mencatat impor baja ke dalam negeri susut sepanjang 2019-2021. Adapun, volume impor pada 2021 susut 31% menjadi 4,8 juta ton dibandingkan realisasi 2019 sebanyak 6,9 juta ton.
Direktur Eksekutif RODA Institute Ahmad Rijal Ilyas mengatakan beberapa program pemerintah terkait industri baja pada 2021 berdampak pada pelaku industri. Beberapa kebijakan yang dimaksud adalah pengendalian impor, program substitusi impor, peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN), penerapan SNI wajib , dan pemberian insentif untuk industri logam.
“Diharapkan dengan program-program tersebut terus ditingkatkan untuk dapat mendorong kinerja industri baja pada periode selanjutnya,” kata Ahmad.
Salah satu pabrikan yang berhasil mencatatkan pertumbuhan positif pada 2021 adalah PT Saranacentral Bajatama Tbk. Sepanjang 2021, perusahaan berkode emiten BAJA itu membukukan laba bersih senilai Rp 100 miliar akibat pengendalian impor baja oleh pemerintah.
Pengendalian impor dinilai berhasil mengalihkan pasar impor ke pabrikan baja lokal. Alhasil, iklim usaha dan investasi industri baja nasional akan terus meningkat.
Direktur Utama Handjaja Susanto menyampaikan perusahaan memperoleh laba bersih hingga Rp100 miliar berkat kontrol pemerintah terhadap impor baja, sehingga pasar impor banyak beralih ke pasar lokal.
“Optimisme industri baja nasional ini terus dijaga dengan upaya hilirisasi dan substitusi impor yang telah dicanangkan oleh pemerintah,” kata Direktur Utama BAJA Handjaja Susanto.