Bos Unilever Akan Kawal Pembahasan UMKM Perempuan di Panggung G20
Pemberdayaan UMKM perempuan akan menjadi salah satu fokus Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20. Indonesia akan memastikan pemberdayaan UMKM perempuan tidak hanya akan berakhir di diskusi event G20 tetapi diwujudkan dalam aksi nyata.
Pembahasan terkait UMKM perempuan akan dikawal oleh B20 Indonesia dan B20 Women in Business Action Council.
Sebagai informasi, B20 merupakan engagement group yang mewakili komunitas bisnis di negara G20.
Sementara, B20 Women in Business Action Council beranggotakan 151 pimpinan bisnis dari 26 negara dan 19 sektor industri.
Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Ira Noviarti akan bertugas sebagai chair dari B20 Women in Business Action Council.
Ira mengatakan ada sejumlah prioritas terkait isu perempuan yang akan dibawa dalam penyelenggaraan G20 tahun ini, dari keseteraan gender hingga digitalisasi.
Dari semua isu, pemberdayaan UMKM perempuan akan menjadi fokus utama. Isu tersebut juga menjadi tema yang paling diusahakan untuk diwujudkan ke dalam aksi nyata saat Indonesia memegang Presidensi G20.
"UMKM perempuan harus menjadi fokus area kita. Output-nya nanti tidak hanya dari sisi rekomendasi kebijakan. Bisa diimplementasikan juga. Agar efek (penyelenggaraan G20) juga bisa dirasakan," tutur Ira, saat berdiskusi dengan wartawan, Rabu (27/1).
Perempuan yang sudah berkarier di Unilever selama 26 tahun tersebut mengatakan 151 pimpinan bisnis yang ada B20 Women in Business Action Council akan mendiskusikan bantuan apa yang paling dimungkinkan diberikan kepada UMKM perempuan.
Menurutnya, merealisasikan bantuan kepada UMKM perempuan merupakan upaya "membumikan' event G20 kepada masyarakat umum. Juga, mendekatkan isu yang berkembang di masyarakat ke tingkat global.
Sebagai catatan, Unilever telah meluncurkan sejumlah bantuan kepada UMKM seperti "Ibu Bersinar' dan "Juragan Seru".
"Jadi, UMKM perempuan ini saya percaya bisa kita tingkatkan upskilling dan kita bisa ajak perusahaan lain untuk mendorong kepentingan ini. Di Unilever, kami sudah punya modelnya," tambah Ira.
Ira mengatakan pelaku UMKM perempuan masih menemui banyak hambatan untuk mengembangkan usahanya.
Jumlah investasi yang diberikan kepada perempuan lebih kecil sementara akses keuangan juga masih terbatas.
Laporan International Finance Corporation (IFC) pada 2011 menunjukkan bahwa dalam cakupan global, estimasi kesenjangan kredit bagi pengusaha perempuan adalah sebesar US$ 287 juta, atau 30% persen dari total kesenjangan kredit UMKM.
Chair B20 Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan pemberdayaan UMKM perempuan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, mulai dari bantuan pendanaan, mentoring, hingga peningkatan skil berbisnis.
Shinta mengatakan Forum B20 belum bisa memastikan bantuan apa yang akan diberikan kepada UMKM perempuan. Namun, bantuan investasi atau Women Fund bisa menjadi alternatif.
Women Fund bisa mendanai UMKM perempuan dan tidak hanya dijmanfaatkan oleh Indonesia tetapi negara lain juga.
Terlebih, banyak negara G20 yang juga memiliki perhatian sama terhadap UMKM perempuan, seperti Brasil.
Sejumlah tokoh dan pemimpin anggota G20 juga selama ini menunjukan dukungan besar terhadap isu UMKM perempuan, seperti Ratu Belanda Maxima dan pengusaha Melinda Gates.
Shinta mengingatkan Indonesia harus memanfaatkan secara maksimal posisinya sebagai Presidensi G20 untuk menunjukan kepada dunia mengenai isu yang selama ini menjadi perhatian pemerintah, termasuk UMKM perempuan.
"Kalau cuma ajak orang Indonesia untuk kumpul itu bukan tujuannya (Presidensi G20). Kita harus manfaatkan dari Indonesia itu nantinya outcome nya apa, apa yang membuat beda dan actionnya seperti apa," tutur Shinta.
Berdasarkan data pemerintah, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,19 juta.
Awal Oktober lalu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan lebih dari 50% bisnis usaha mikro dan kecil Indonesia dijalankan oleh perempuan.
Sasakawa Peace Foundation & Dalberg juga menyebutkan persentase wirausaha perempuan di Indonesia cukup tinggi yaitu 21%, Jumlah ini jauh lebih tinggi di atas rata-rata global yang mencapai 8%
Namun, banyak dari mereka yang terpaksa menutup usahanya karena kekurangan modal selama pandemi Covid-19.
Teten mengatakan sebanyak 87% UMKM yang dimiliki perempuan merugi sangat besar karena pandemi dan 25% dari mereka kehilangan setengah pendapatannya. Dua dari tiga UMKM yang dimiliki perempuan terpaksa tutup permanen atau sementara selama pandemi.