Kejagung Periksa Dirut Citilink Terkait Dugaan Korupsi Garuda
Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo terkait saksi kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia Tbk jenis ATR 72-600. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Ranty Astari R yang menjabat sebagai VP Corporate Secretary Garuda Tahun 2015.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan dua saksi yang diperiksa adalah inisial J dan RAR. "Saksi diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara," ujar Leonard melalui keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, (18/2).
Korps Adhyaksa sebelumnya telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa pihak dari Citilink, di antaranya adalah Dirut Citilink periode 2012-2014 berinisial MAW dan anggota tim pengadaan pesawat di Citilink Indonesia, Kapten HR.
Kasus dugaan korupsi Garuda telah masuk tahap penyidikan pada 19 Januari 2021 lalu. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan tahap pertama dalam penyidikan akan mendalami pengadaan pesawat jenis ATR 72-600.
Kejaksaan nantinya akan mengembangkan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan jenis pesawat Rolls-Royce, Airbus, dan Bombardier CRJ1000. "Ada beberapa pengadaan kontrak pinjam atau apapun nanti kami masih akan kembangkan," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada Rabu (19/1).
Kejaksaan juga akan melakukan koordinasi dengan pihak Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) agar tidak terjadi nebis in idem atau seseorang tidak dapat dituntut atas perbuatan atau peristiwa yang telah diputuskan oleh hakim.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah sebelumnya menyebut kejaksaan belum bisa memberikan rincian terkait potensi gerugian negara. Namun, kerugian disinyalir cukup besar. Febrie memberikan contoh indikasi korupsi dalam kegiatan penyewaan pesawat yang mencapai Rp 3,6 triliun.
"Sehingga cara pandang penyidik di kejaksaan, ini sekaligus mengupayakan bagaimana kerugian yang telah terjadi di Garuda akan kami upayakan pemulihannya," ujar Febrie.
KPK sebelumnya pernah menyidik kasus pengadaaan ATR 72-600 hingga membawa ke pengadilan. Penyidikan hingga persidangan korupsi pengadaaan ATR 72-600 ini disatukan dengan kasus korupsi pengadaan pesawat dari pabrikan Rolls-Royce, Airbus, dan Bombardier CRJ1000.
KPK memulai penyidikan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda sejak 2016. Dalam proses penyidikan, KPK bekerja sama dengan Serious Fraud Office (SFO) Inggris atau KPK Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK Singapura.
Pengadilan sudah memvonis tiga orang yang terbukti bersalah menerima dan memberikan uang suap dalam proses pengadaan pesawat. Pertama adalah Direktur Utama Garuda periode 2005-2014 Emirsyah Satar yang telah divonis hukuman penjara delapan tahun.
Kedua, Soetikno Soedarjo yang merupakan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA), PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte Ltd. selama periode 2009-2014. Soetikno dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Ketiga, Direktur Teknik PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 dan Direktur Produksi PT Citilink Indonesia periode 2012-2017, Hadinoto Soedigno. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Hadinoto meninggal saat menjalani hukuman penjara pada Desember 2021.