Jokowi: UU Sudah Sah, Ibu Kota Baru Tak Perlu Dipertentangkan Lagi
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Kepala Negara pun menilai, semestinya aturan tersebut sudah tidak dipertentangkan oleh sejumlah pihak.
Jokowi mengatakan UU IKN sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan rakyat (DPR). Bahkan, regulasi itu telah disepakati oleh delapan dari sembilan fraksi yang ada di parlemen.
"Secara hukum politik sudah selesai. Kalau sudah seperti itu, mestinya tidak dipertentangkan lagi. Mestinya," kata Jokowi saat peresmian Nasdem Tower, Jakarta, Selasa (22/2).
Namun, Mantan Wali Kota Solo itu mengakui dan menganggap normal adanya pihak yang tidak setuju pemindahan ibu kota. "Sebuah gagasan besar pasti ada pro dan kontra," ujar dia.
Kepala Negara mengatakan, pemindahan ibu kota dilakukan lantaran berbagai pusat kegiatan masih berjalan di Pulau Jawa. Padahal, Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah 17 ribu pulau, 514 kabupaten/kota, dan 34 provinsi.
Namun, 156 juta penduduk atau 56% populasi berada di Pulau Jawa. Kemudian, 58% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada di Jawa. Secara khusus, ibu kota Jakarta turut menjadi magnet bagi penduduk di pulau lainnya.
Akibatnya, ketimpangan ekonomi hingga infrastruktur terjadi antara Pulau Jawa dan Luar Jawa. Untuk itu, ia menilai pemindahan IKN diperlukan guna mengatasi ketimpangan antarwilayah hingga pemerataan ekonomi.
Sebelumnya, sejumlah pihak menggugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan tersebut bernomor 15/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022 tanggal 2 Februari 2022.
Penggugat UU IKN itu terdiri dari Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen. TNI Mar (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Taufik Bahaudin, Syamsul Balda, Habib Muhsin Al Attas, Agus Muhammad Maksum, Mursalim R., Irwansyah, dan Agung Mozin.
Selain itu, ada pula petisi penolakan pemindahan ibu kota yang muncul dari beberapa tokoh masyarakat. Petisi datang dari Narasi Institute bersama dengan 45 tokoh lainnya.
Para tokoh yang mengajukan petisi ini di antaranya ekonom senior Faisal Basri, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Para inisiator menyampaikan beberapa alasan penolakan pemindahan ibu kota negara. Mereka menganggap pemindahan ibu kota di tengah pandemi Covid-19 dianggap tidak tepat dan tidak memiliki urgensi.
Saat ini pemerintah dianggap harus fokus menangani varian omicron yang membutuhkan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu kondisi masyarakat saat ini juga sedang kesulitan secara ekonomi akibat pandemi corona.
Mereka menyebut Presiden Joko Widodo tidak bijak jika memaksakan kondisi keuangan negara untuk memindahkan Ibu Kota. Beberapa daerah juga membutuhkan perhatian seperti infrastruktur dasar yang masih buruk seperti sekolah dan beberapa jembatan desa yang rusak dan terabaikan.