MA Kurangi Hukuman Mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo Jadi 5 Tahun
Mahkamah Agung memutuskan untuk mengurangi hukuman pidana penjara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo empat tahun. Dengan begitu, hukuman Edhy hanya lima tahun penjara dari sebelumnya sembilan tahun.
"Memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengenai pidana yang dilakukan kepada terdakwa dan lamanya pidana tambahan," kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (9/3).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara selama lima tahun dan pidana denda Rp 400 juta, dengan ketentuan bila denda tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan enam bulan,” tambah dia.
Putusan kasasi tersebut diputuskan pada 7 Maret oleh majelis kasasi yang terdiri atas Sofyan Sitompul selaku ketua majelis, serta anggota yakni Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ujar Andi.
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan majelis kasasi sehingga mengurangi vonis Edhy Prabowo.
"Bahwa putusan Pengadilan Tinggi yang mengubah putusan Pengadilan Negeri kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa, sehingga perlu diperbaiki dengan alasan bahwa pada faktanya terdakwa sebagai menteri kelautan dan perikanan sudah bekerja dengan baik dan memberi harapan besar kepada masyarakat, khususnya nelayan," demikian disebutkan hakim.
Menurut hakim, Edhy Prabowo mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020.
"Dengan tujuan adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster guna kesejahteraan masyarakat, yaitu ingin memberdayakan nelayan karena lobster di Indonesia sangat besar," kata hakim.
Hakim kasasi menyebut Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tersebut mensyaratkan pengekspor mendapat benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL.
“Maka, jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat, khususnya nelayan kecil," kata hakim.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Edhy Prabowo divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, kewajiban membayar uang pengganti Rp 9.687.457.219 dan US$ 77 ribu.
Kemudian, pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak selesai menjalani hukuman.
Hal itu karena Edhy terbukti menerima suap US$ 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 dari pengusaha terkait ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 15 Juli 2021 menjatuhkan vonis yang sama dengan tuntutan yaitu lima tahun penjara, ditambah denda Rp 400 juta subisider enam bulan kurungan. Selain itu, kewajiban membayar uang pengganti dan pencabutan hak dipilih selama dua tahun.
Namun pada 21 Oktober 2021, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Edhy menjadi sembilan tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, membayar uang pengganti Rp 9.687.457.219 dan US$ 77 ribu. Kemudian, pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.
Atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut, maka Edhy Prabowo mengajukan kasasi pada 18 Januari 2022.
Dalam perkara itu, Edhy terbukti menerima suap US$ 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 dari pengusaha terkait ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.