Gugatan Eks Pegawai KPK ke Presiden Jokowi Bergulir di PTUN
Para mantan pegawai Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menggugat Pimpinan KPK, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka meminta para tergugat melaksanakan rekomendasi Ombudsman tentang maladministrasi pada pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hal lain yang diminta penggugat adalah, agar Presiden, Pimpinan KPK, dan Kepala BKN juga melaksanakan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang hasil pemantauan dan penyelidikan peristiwa dugaan pelanggaran HAM pada proses asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK menjadi ASN.
Dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan tersebut diwakili oleh Ita Khoiriyah dengan nomor perkara 46/G/TF/2022/PTUN.JKT yang didaftarkan pada Selasa, 1 Maret 2022 lalu.
Dalam sidang perdana yang dilaksanakan hari ini (10/3), digelar agenda pemeriksaan persiapan gugatan. “Menghukum Para Tergugat untuk merehabilitasi nama baik para penggugat,” demikian gugatan para mantan pegawai KPK, dikutip pada laman SIPP PTUN Jakarta pada Kamis (10/3).
Salah satu kuasa hukum mantan pegawai KPK, yakni Arif Maulana dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, mengatakan agenda persidangan hari ini masih dalam tahap pemeriksaan. Tahapan tersebut dilakukan untuk memastikan formil maupun objek materi gugatan telah terpenuhi, sebelum memasuki persidangan.
Menurut Arif, gugatan ini menjadi salah satu bentuk perlawanan terhadap upaya pelemahan dari gerakan antirasuah. Ia mengacu kepada tindakan pemberhentian terhadap 57 pegawai KPK menggunakan proses TWK. “Gugatan ini adalah bagian Advokasi Publik melawan pelemahan pemberantasan korupsi,” ujar Arif kepada Katadata.co.id pada Kamis, (10/3).
Hal senada juga diungkapkan kuasa hukum penggugat dari firma hukum AMAR, Alghiffari Aqsa. Ia mengatakan gugatan yang dilayangkan merupakan upaya untuk membuat lembaga negara dapat menghormati keputusan atau rekomendasi lembaga lainnya. Dalam hal ini yang dimaksud Alghiffari adalah rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman dan Komnas HAM kepada KPK.
Tak hanya itu, gugatan ini juga menjadi bentuk perlawanan terhadap serangkaian upaya pelemahan terhadap KPK. “Bukan hanya soal status kepegawaian. Sebelumnya ada kriminalisasi, penyiraman dengan air keras, ancaman pembunuhan, angket, dan perubahan UU KPK sebagai bentuk pelemahan,” ujar Alghiffari kepada Katadata.co.id pada Kamis (10/3).
Salah satu mantan pegawai KPK Tata Khoiriyah mengatakan persidangan dihadiri beberapa perwakilan mantan pegawai KPK. Selain itu, turut hadir juga kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, LBH Muhammadiyah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW), Visi Law Office.
Menurut Tata, para mantan pegawai KPK telah menempuh upaya administratif dengan mengajukan keberatan dan upaya banding dari keberatan tersebut, terhadap pelaksanaan TWK dalam proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN. “Namun, upaya tersebut tidak pernah mendapat tanggapan yang wajar dan layak selama mengupayakan penyelesaian permasalahan pelaksanaan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM,” ujar Tata dalam keterangan tertulis, Kamis (10/3).
Setelah diberhentikan, sebanyak 44 mantan pegawai KPK memutuskan bergabung dengan institusi Polri sebagai ASN. Menurut mantan penyidik KPK, M. Praswad, menjadi ASN merupakan salah satu cara untuk melanjutkan perjuangan. Ia menyebut ada 13 orang yang memilih untuk tidak menjadi ASN di kepolisian.
"Kami memahami adanya pegawai KPK yang tidak mengambil opsi tersebut karena alasan personal,” ujar Praswad yang juga Ketua IM57+ Institute, wadah bagi 57 orang pegawai KPK yang tidak lolos TWK, Selasa (7/12).
Dari 44 orang tersebut, ada nama sejumlah penyidik senior yang memutuskan ikut bergabung dengan institusi Polri, antara lain Novel Baswedan dan Harun Al Rasyid. Selain itu, ada juga nama mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo.
Novel mengatakan ia dan kawan-kawan merasa prihatin atas kasus korupsi yang masih banyak dan bersifat masif. Apalagi, ia juga menyinggung kondisi KPK semakin tidak dipercaya publik karena pimpinannya yang bermasalah.