Penagihan Seketika dan Sekaligus, Senjata Fikus dalam Kondisi Tertentu

Image title
19 April 2022, 10:21
Ilustrasi, kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sebagai otoritas perpajakan, DJP memiliki kewenangan melakukan penagihan aktif. Salah satunya melalui Penagihan Seketika dan Sekaligus.
Katadata
Ilustrasi, kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sebagai otoritas perpajakan, DJP memiliki kewenangan melakukan penagihan aktif. Salah satunya melalui Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Menjalankan penagihan pajak merupakan salah satu tugas aparatur perpajakan atau fiskus, yang dilakukan demi memastikan wajib pajak memenuhi kewajibannya. Bentuk penagihan ini dapat digolongkan menjadi dua, yakni penagihan pasif dan aktif.

Untuk penagihan pasif, fiskus hanya mengingatkan kepada wajib pajak terkait kewajibannya. Bentuk mengingatkan ini dilakukan melalui dua instrumen, yaitu menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) dan surat tagihan pajak.

Namun, bagaimana jika wajib pajak tetap melalaikan kewajibannya? Untuk kondisi ini, fiskus berhak untuk melakukan penagihan aktif, yaitu menerbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.

Melalui Surat Teguran, fiskus mengingatkan secara tegas wajib pajak untuk segera menjalankan melunasi utang pajaknya. Jika dalam tempo 21 hari setelah fiskus mengeluarkan Surat Teguran tetapi wajib pajak tetap mengabaikan, maka dikeluarkan Surat Paksa.

Selain Surat Paksa, ada satu tindakan penagihan aktif yang dilakukan oleh otoritas pajak, yaitu melakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus. Cara ini dilakukan dalam kondisi tertentu.

Nah, seperti apa Penagihan Seketika dan Sekaligus, serta kondisi apa saja yang membuat fiskus mengambil tindakan ini? Berikut penjelasannya.

Penagihan Seketika dan Sekaligus

Tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus memiliki dasar hukum Undang-undang (UU) Nomor 19 tahun 2000, yang kemudian diperkuat melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020.

Dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020, Penagihan Seketika dan Sekaligus didefinisikan sebagai tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh fiskus kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh. Penagihan ini dilakukan untuk seluruh utang pajak, dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

Berdasarkan definisi ini, maka bisa dikatakan Penagihan Seketika dan Sekaligus dilakukan oleh fiskus sebelum menerbitkan Surat Paksa. Meski demikian, tidak selalu penerbitan Surat Paksa didahului oleh Penagihan Seketika dan Sekaligus.

Sebab, upaya Penagihan Seketika dan Sekaligus diambil apabila muncul kondisi tertentu. Bahkan surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dapat dilakukan tanpa adanya Surat Teguran.

Hal ini dijelaskan dalam Pasal 9 Ayat (1) PMK Nomor 189/PMK.03/2020, yang menyebutkan sifat surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus antara lain:

  1. Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran
  2. Tanpa didahului Surat Teguran
  3. Sebelum jangka waktu 21 hari sejak Surat Teguran disampaikan
  4. Sebelum penerbitan Surat Paksa

Dari sifat-sifat mengenai Penagihan Seketika dan Sekaligus yang ada di dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020, dapat dikatakan tindakan ini merupakan upaya penagihan pajak yang khusus, karena bisa dilakukan tanpa sebelum fiskus Surat Teguran dan Surat Paksa.

Sementara, isi surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus paling sedikit memuat empat hal, yaitu:

  1. Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak
  2. Besaran utang pajak Utang Pajak
  3. Perintah untuk membayar
  4. Saat pelunasan pajak

Sebagai informasi, penanggung pajak yang dimaksud dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020 terdiri dari enam kategori. Pertama, orang pribadi bersangkutan. Kedua, istri dari wajib pajak orang pribadi.

Ketiga, salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan. Keempat, para ahli waris. Kelima, wali bagi anak yang belum dewasa. Keenam, pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan, yang bertanggung jawab atas utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Penanggung pajak juga menjadi istilah yang disematkan untuk wajib pajak badan, serta pihak-pihak yang berada di dalamnya. Ini termasuk pengurus badan usaha yang dimaksud, seperti direksi, komisaris atau orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang menentukan kebijakan atau mengambil keputusan dalam kegiatan usaha.

Kondisi Tertentu Fiskus Menerbitkan Penagihan Seketika dan Sekaligus

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnnya, surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus ini dikeluarkan dalam kondisi tertentu. Kondisi-kondisi khusus menjadi dasar bagi fiskus untuk segera menagih utang pajak tanpa sebelumnya mengeluarkan Surat Teguran dan Surat Paksa.

Kondisi-kondisi tertentu yang dimaksud adalah penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk meninggalkan Indonesia. Kedua, penanggung pajak memindahtangankan aset yang dimiliki untuk menghentikan, atau mengecilkan kegiatan usaha yang dijalankan di Indonesia.

Ketiga, terdapat tanda-tanda bahwa badan usaha akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan, dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya. Keempat, badan usaha yang memiliki utang pajak akan dibubarkan oleh negara. Kelima, terjadi penyitaan atas barang/aset penanggung pajak oleh pihak ketiga. Keenam, terdapat tanda-tanda kepailitan.

Terhadap kondisi-kondisi di atas, tunggakan pajak yang dapat ditagih mencakup seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.

Penerbitan surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus ini kemudian akan diikuti oleh Surat Paksa, untuk mempertegas upaya penagihan. Selain itu, Surat Paksa tetap perlu diterbitkan, demi memberikan kekuatan hukum kepada fiskus dalam menjalankan kewajibannya.

Sebab, Surat Paksa memiliki kekuatan eksekutorial. Kedudukan surat ini juga sama dengan putusan pengadilan pajak yang memiliki berkekuatan hukum tetap.

Karena memiliki kedudukan yang sama dengan grosse putusan hakim dalam perkara perdata, maka terhadap Surat Paksa tidak bisa dilakukan banding. Apalagi, Surat Paksa memiliki sifat in kracht van gewijsde atau telah berkekuatan hukum yang pasti.

Jika utang pajak tidak dilunasi oleh wajib pajak dalam jangka waktu 48 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, maka fiskus kemudian akan menerbitkan surat perintah penyitaan terhadap aset wajib pajak.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...