MK Tolak Enam Gugatan Uji Formil UU IKN

Image title
31 Mei 2022, 14:50
Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi
Instagram/Mahkamah Konstitusi
Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh enam perkara uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN), yang dibacakan putusannya hari ini.

Perkara tersebut adalah Nomor 47/PUU-XX/2022 dengan pemohon Mulak Sihotang, Nomor 48/PUU-XX/2022 atas pemohon Damai Hari Lubis, Nomor 53/PUU-XX/2022 pemohon Anah Mardianah, Nomor 39/PUU-XX/2022 dengan pemohon Sugeng, serta perkara Nomor 40/PUU-XX/2022 dengan pemohon Herifudin Daulay. Lalu perkara nomor 54/PUU-XX/2022, dengan pemohon Muhammad Busyro Muqoddas, Trisno Raharjo, Yati Dahlia, Dwi Putri Cahyawati, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) diwakili Rukka Simbolinggi, serta Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

1. Permohonan Mulak Sihotang

Untuk perkara dengan pemohon Mulak Sihotang, Hakim Konstitusi menilai pemohon tidak dapat menguraikan kerugian konstitusional menyangkut berlakunya norma Pasal 1 Ayat (2) dan Ayat (8), Pasal 4 serta Pasal 5 ayat (4) UU IKN. 

Selain itu, pemohon juga tidak dapat menjelaskan apakah permohonan yang diajukan merupakan uji formil atau materiil. Selain itu, tidak menguraikan secara jelas kedudukan hukum terkait dengan kerugian konstitusional dan kaitannya dengan hak konstitusioal yang dimiliki pemohon.

Begitu pula terhadap uraian pada bagian alasan permohonan atau posita, serta hal-hal yang dimohonkan (petitum).

"Pemohon tidak memberikan argumentasi secara jelas persoalan terkait dengan pengujian formil dan ketidakjelasan terkait dengan apa yang diminta pemohon," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, di ruang sidang MK, Selasa (31/5).

Pada kesimpulannya, dalam amar putusan MK menyatakan keseluruhan permohonan pemohon tidak jelas atau kabur, sehingga tidak dapat diterima.

Pada permohonannya, Mulak yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot, merasa pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN yang bersumber dari APBN dan sumber lain merugikan dirinya.

Selain itu, pemohon menilai beberapa prosedur dalam persiapan pembentukan UU IKN telah melanggar aturan, seperti UU Penataan Tata Ruang Nomor 7 Tahun 2007, Perda Nomor 10 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur, dan Perda Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur.

2. Permohonan Damai Hari Lubis

Untuk perkara yang diajukan Damai Hari Lubis, Hakim Konstitusi menilai pemohon pada bagian kedudukan hukum tidak dapat menguraikan dengan jelas persoalan pertautan potensi kerugian pemohon dengan dugaan persoalan konstitusionalitas dengan proses pembentukan UU IKN.

Pemohon dalam permohonannya menjelaskan bahwa berpindahnya ibu kota negara menuju lokasi yang secara letak geografis jauh dari kehidupan masyarakat perkotaan modern, membuka potensi sulitnya akses informasi. Akan tetapi, alasan merugikan tersebut menjadi tidak relevan, karena pemohon tidak menjelaskan kaitan antara kerugian pembentukan UU IKN dengan anggapan kerugian pemohon, baik secara aktual maupun potensial.

"Posita tidak menguraikan di mana letak persoalan konstitusionalitas proses pembentukan undang-undang," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Sementara menyangkut argumentasi berkenaan dengan rancangan yang terlalu cepat karena hanya dilakukan pembahasan selama 42 hari, pemohon ttidak menguraikan lebih lanjut pembahasan tingkat mana yang dianggap cepat. Kemudian bagaimana proses yang sudah dilakukan dalam tahapan pembahasan undang-undang, sehingga menyimpulkan pembahasan rancangan terlalu cepat.

Selanjutnya, untuk 13 perintah delegasi kewenangan dalam UU IKN, pemohon tidak menyebutkan pasal mana saja yang merupakan perintah delegasi untuk diatur dalam undang-undang turunan. Pemohon juga tidak jelas menjelaskan bahwa pembahasan UU IKN minim parsitipatif. 

Berdasarkan pertimbangan tersebut, MK tidak dapat menerima permohonan pemohon. "Permohonan tidak jelas, kabur," jelas Hakim Aswanto saat membacakan amar putusan. 

Sebelumnya dalam permohonannya, Damai menilai UU IKN tidak disusun dengan perencanaan berkesinambungan. Sebab rencana perpindahan Ibu Kota Negara tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.

“Ibu Kota Negara mendadak muncul dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024,” ujar kuasa hukum pemohon, Arvid Martdwisaktyo, Selasa (19/4) seperti dikutip dari situs resmi MK.

Kemudian, pemohon juga mendalilkan, UU IKN tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis. Karena Ibu Kota Negara merupakan materi yang disebutkan dalam UUD 1945, maka setiap kebijakan yang berkaitan dengan Ibu Kota Negara mestinya dirumuskan secara komprehensif dan holistik.

3. Permohonan Anah Mardianah

Pada pokok permohonannya, Anah Mardianah, menganggap representasi masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU IKN sangat parsial dan tidak holistik.

Padahal, IKN merupakan perwujudan bersama ibu kota negara Indonesia yang seharusnya dapat lebih memperluas partisipasi dan pihak-pihak dari berbagai daerah, golongan, dan unsur kepentingan masyarakat lainya dalam pembahasannya.

Menurut Hakim Konstitusi, permohonan uji formil yang diajukan Anah telah melewati batas waktu pengajuan selama 45 hari sejak undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara RI dan tambahan Lembaran Negara RI. 

Hal ini ditegaskan pada Pasal 9 Ayat (2) peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-undang serta Putusan MK Nomor 14/PUU-XX/2022.

UU IKN resmi menjadi undang-undang pada 15 Februari 2022 sehingga batas waktu pengajuan permohonan adalah pada 31 Maret 2022. Sementara permohonan pemohon masuk pada 1 April 2022. "Sehingga tidak memenuhi syarat tenggang waktu dalam pengujian formil di MK," jelas Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.

MK pun menolak permohonan uji formil pemohon.

PRASASTI PETA INDONESIA DI TITIK NOL IKN NUSANTARA
PRASASTI PETA INDONESIA DI TITIK NOL IKN NUSANTARA (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.)

4. Permohonan Sugeng

Hakim Konstitusi dalam pertimbangannya menyatakan alasan permohonan uji formil tidak menguraikan dengan jelas persoalan proses pembentukan UU IKN yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon hanya menguraikan sejumlah isu yang menurut pemohon seharusnya dipertimbangkan dalam proses pembentukan UU IKN. Akan tetapi, menurut MK tidak relevan dengan alasan permohonan pengujian formil terhadap UU IKN.

Sementara pada pengujian materiil, pemohon tidak menguraikan norma pasal yang diuji dan alasan inkonstitusionalitasnya. Pemohon hanya menguraikan norma-norma pasal yang diuji tanpa memberikan penjelasan lanjutan.

Selain menimbulkan ketidakjelasan, uraian permohonan pemohon juga menimbulkan pertentangan dengan petitum, karena pasal yang terdapat dalam alasan permohonan uji materiil, tidak termuat dalam petitum. Terlebih lagi pemohon alam permohonannya tidak membedakan secara khusus antara petitum uji formil dengan materiil.

Sebelumnya dalam permohonannya, Sugeng menilai pembahasan UU IKN terlalu singkat karena kurang dari 40 hari setelah undang-undang tersebut sudah disahkan di DPR.

Sedangkan untuk alasan pengujian materiil, Sugeng berpendapat kondisi negara sedang mengalami pandemi Covid-19, sehingga membutuhkan banyak biaya untuk sektor yang lebih prioritas, dibandingkan memindahkan ibu kota.

Bukan hanya itu, Sugeng menambahkan, sebaiknya anggaran negara yang ada digunakan untuk membayar utang pemerintah, bencana alam, pembaruan alutsista TNI, pendidikan, dan Pemilu. Selain itu, Sugeng mengatakan perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan akan berisiko merusak lingkungan hidup, serta kehidupan fauna dan flora.

5. Permohonan Herifuddin Daulay

MK menemukan fakta hukum, yaitu pada bagian kedudukan hukum, bahwa pemohon tidak dapat menguraikan dengan jelas persoalan pertautan potensi kerugian pemohon dengan adanya dugaan persoalan konstitusionalitas dalam pembentukan UU IKN.

Menurut hakim, pemohon hanya menguraikan norma UU IKN akan menimbulkan banyak polemik, tanpa memberikan uraian mengenai kaitannya dengan anggapan inkonstutsionalitas.

"Permohonan pemohon tidak jelas pada bagian kedudukan hukum, postita dan petitum, baik terhadap pengujian formil maupun pengujian materiil," ungkap Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Pada permohonannya, Herifuddin menjelaskan bahwa perpindahan ibu kota merupakan pertaruhan yang tidak jelas, dan mempertanyakan keuntungan signifikan yang akan diperoleh masyarakat dan negara.  Herifudin menilai, UU IKN bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945.

Menurut Pemohon, pendanaan besar untuk perpindahan Ibu Kota Negara sebaiknya digunakan untuk mencetak kader-kader handal bangsa di bidang pendidikan dan ekonomi.

6. Busyro Muqoddas, Trisno Raharjo, Yati Dahlia, Dwi Putri Cahyawati, AMAN, serta Walhi.

Hakim Konstitusi dalam pertimbangannya menyatakan pengajuan permohonan uji formil yang dari pemohon terlambat. Seharusnya permohonan diajukan dalam waktu 45 hari sejak undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara RI dan tambahan Lembaran Negara RI.

Hal ini ditegaskan pada Pasal 9 Ayat (2) peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-undang dan Putusan MK Nomor 14/PUU-XX/2022.

Maka jika mengacu pada dokumen Lembaran Negara, UU IKN resmi menjadi undang-undang pada 15 Februari 2022 sehingga batas waktu pengajuan permohonan adalah pada 31 Maret 2022. Sementara permohonan pemohon masuk pada 1 April 2022. "Maka dengan demikian permohonan para pemohon diajukan pada hari ke 46 sejak UU Nomor 3/2022 diundangkan," jelas Hakim Konstitusi Manahan Sitompul saat membacakan pertimbangan.

Oleh karena permohonan para pemohon mengenai pengujian formil diajukan melewati tenggang waktu pengajuan formil, maka MK tidak dapat menerima permohonan. "Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ungkap Hakim Ketua Aswanto saat membacakan amar putusan.

ANGGARAN UNTUK PEMBANGUNAN IKN NUSANTARA DI APBN
ANGGARAN UNTUK PEMBANGUNAN IKN NUSANTARA DI APBN (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.)

Keputusan ini dibacakan oleh delapan Hakim Konstitusi dengan Aswanto sebagai hakim ketua merangkap anggota, serta tujuh hakim anggota yaitu Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic. Sedangkan Anwar Usman absen karena berada di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk mengikuti upacara Hari Lahir Pancasila bersama Presiden Jokowi.

Sementara untuk sidang permohonan pemohon Phiodias Marthia, tidak disidangkan pada hari ini.

Terkait dengan perpindahan ibu kota dari Jakarta menuju Kalimantan Timur (Kaltim), Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menekankan pentingnya memindahkan ibu kota, karena alasan pemerataan ekonomi, infrastruktur, dan populasi. Sementara persentase penduduk miskin di kedua kabupaten calon IKN Nusantara berada di atas rata-rata angka kemiskinan Provinsi Kaltim.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Kaltim sebanyak 241,77 ribu jiwa (6,54%) dari total populasi pada Maret 2021. Angka tersebut meningkat dari  posisi Maret 2020 sebanyak 230,27 jiwa (6,1%).

Jumlah penduduk miskin Kabupaten Penajam Paser Utara sebanyak 12,13 ribu jiwa (7,61%) pada Maret 2021. Sementara penduduk miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara ada 62,36 ribu jiwa (7,99%).

Reporter: Ashri Fadilla

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...