Peran Eks Pejabat Kemendag pada Kasus Dugaan Korupsi Impor Baja
Kasus dugaan korupsi terkait impor besi dan baja terus mengalami pengembangan di Kejaksaan Agung. Tim penyidik pun telah menetapkan total sembilan tersangka yang meliputi korporat dan juga perorangan.
Dari korporat, enam perusahaan tersangka adalah PT Bangun Era Sejahtera (PT BES), PT Duta Sari Sejahtera (PT DSS), PT Inti Sumber Bajasakti (PT IB), PT Jaya Arya Kemuning (PT JAK), PT Perwira Adhitama Sejati (PT PAS), dan PT Prasasti Metal Utama (PT PMU). Sementara tersangka perorangan yaitu Kasubbagg Tata Usaha Direktorat Impor Ditjen Daglu Kemendag, Tahan Banurea; Manajer PT Meraseti Logistik Indonesia; Taufiq; dan Pemilik Meraseti Group, Budi Hartono Linardi.
Terkait pengembangan kasus ini ke depannya, Kejaksaan Agung tak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan. Pendalaman dilakukan dengan pemeriksaan berbagai saksi terkait dengan penerbitan Surat Penjelasan (Sujel) yang diteken Eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana.
Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memeriksa tiga saksi dari Kemendag mengenai penerbitan Sujel ini. Mereka adalah Staf Tata Usaha pada Ditjen Daglu Kemendag, berinisial R dan FYP; serta Staf pada Subdit Barang Aneka Industri Direktorat Impor pada Ditjen Daglu Kemendag, dengan inisial MH.
Ketiganya diperiksa terkait dengan mekanisme penerbitan Sujel di Kemendag, penerimaan surat permohonan dari beberapa unit, dan penerimaan surat yang telah ditanda tangani Wisnu.
“Saksi diperiksa terkait surat permohonan dari beberapa unit untuk dimintakan tanda tangan Dirjen, selanjutnya diberikan ke staf lainnya untuk diberi nomor,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, pada Senin (6/6).
Selain itu, tim penyidik juga memeriksa Direktur PT Meraseti Konsultan Indonesia, inisial YU pada Jumat (3/6) terkait dengan input isi dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan input nomor Sujel ke PIB yang diterima Manajer PT Meraseti Logistik Indonesia, Taufiq yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelumnya, tim penyidik menduga Kemendag dan PT Meraseti melakukan kongkalikong terkait penerbitan Sujel dalam kasus ini. Dari hasil pemeriksaan, Taufiq diduga aktif mendekati Tahan Banurea untuk mengurusi Sujel. Selanjutnya, Taufiq memalsukan Sujel agar dapat digunakan Budi Hartono untuk mengimpor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya.
Konsep Sujel tersebut diketik Tahan atas perintah lisan dari Wisnu yang saat itu masih menjabat sebagai Dirjen Daglu Kemendag. Dalam pembuatan Sujel yang dimaksud, Wisnu menyampaikan penjelasan mengenai pengeluaran barang kepada Tahan Banurea. Kemudian, Sujel ditandatangani Wisnu. “Selanjutnya (Sujel) dikirimkan kepada pelaku usaha atau importir,” jelas Ketut.
Akan tetapi, hingga saat ini Kejaksaan Agung belum menetapkan status apapun bagi Wisnu di dalam kasus ini. Meski telah membeberkan peran Wisnu yang berkaitan dengan penerbitan Sujel, Supardi menyampaikan bahwa tim penyidik masih terus menggali fakta-fakta lain.
“Nanti kita lihatlah fakta-faktanya. Percayalah bahwa nanti kalau ada fakta apapun pasti di-share,” ujar Supardi di kantornya, Selasa (7/6).
Supardi juga menjelaskan, meski Wisnu telah menjadi tersangka menyangkut kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, penetapan tersangka untuk dua kasus berbeda bukanlah sesuatu yang mustahil.
“Fakta-fakta berbeda itu bisa, beberapa kemungkinan karena itu sudah hal yang terpisah,” ucap Supardi.
Menyangkut kasus korupsi di Indonesia, jumlahnya tak kunjung berkurang. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), potensi kerugian negara akibat korupsi di Indonesia pada 2021 mencapai Rp62,93 triliun. Angka tersebut meningkat 10,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Angka tersebut juga merupakan yang terbesar dalam 5 tahun terakhir. Kerugian negara yang ditangani Kejaksaan sebesar Rp62,1 triliun, sementara yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya Rp802 miliar.