Ahli Peringatkan Bahaya BPA pada Kemasan Air Minum, Bisa Infertilitas
Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM) berencana akan mencantumkan label Bisphenol A (BPA) pada galon air minum kemasan yang beredar di masyarakat. Di sisi lain, dokter dan peneliti meminta agar penggunaan BPA dilarang, sebab bahan kimia ini bisa menimbulkan penyakit bagi tubuh manusia.
Melansir laman HelloSehat, BPA adalah bahan kimia yang dicampur dengan senyawa lain untuk menghasilkan plastik polikarbonat (PC). Plastik ini digunakan untuk banyak produk komersial, seperti wadah makanan, minuman, serta produk kebersihan.
Selain itu, BPA juga digunakan untuk membuat resin epoxy yang biasanya terletak pada lapisan dalam wadah makanan kaleng. Tujuan penggunaan BPA adalah agar logam tidak berkarat dan pecah.
Sebelumnya, BPOM telah menetapkan Peraturan nomor 20 tahun 2019 mengenai Kemasan Pangan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa batas maksimal migrasi BPA adalah sebesar 0,06 ppm dari kemasan berbahan PC untuk peralatan makan minum. Sementara itu, untuk batas maksimal migrasi BPA pada botol susu bayi adalah sebesar 0,3 ppm.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang mengatakan, sebanyak 3,4% dari total sampel galon air minum sudah berada di atas level migrasi yang sudah ditetapkan. Angka ini diperoleh berdasarkan pengecekan pasar yang dilakukan BPOM atas galon air minum pada periode 2021-2020.
“Hasil uji juga menunjukkan level migrasi yang mengkhawatirkan, di antara ambang batas 0,05-0,06 ppm mencapai 46,97% dari total sampel pada sarana distribusi dan peredaran, serta 30,91% pada sarana produksi,” jelas Rita.
Dalam catatan Antara per 3 Juni 2022, draft regulasi pelabelan risiko BPA ini masih dalam proses revisi lanjutan di BPOM. Beleid ini nantinya akan mengatur kewajiban bagi produsen untuk memasang label peringatan potensi bahaya BPA pada galon berbahan PC.
Rita mengatakan, BPOM masih akan melanjutkan proses rancangan peraturan tersebut meskipun mendapat penentangan dari pengusaha. Hal itu karena galon air minum banyak digunakan masyarakat.
Saat ini, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia mengonsumsi galon air minum. Dari total 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahun, 22% di antaranya beredar dalam bentuk galon. Bila ditilik dari segi bahan baku, sebanyak 96,4% diantaranya merupakan galon berbahan PC dan hanya 3,6% yang bebas BPA.
Bahaya BPA Bagi Kesehatan
Dokter dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menjabarkan bahwa BPA berisiko tinggi mengganggu kesehatan manusia, bahkan sejak janin. Pandu menjelaskan bahwa BPA bekerja dengan meniru hormon estrogen tubuh, sehingga bisa mengganggu kinerja hormon tubuh sebenarnya.
BPA berpengaruh dalam kesuburan wanita dan pria dengan mengganggu kromosom yang ada pada ovarium pada wanita dan kelenjar prostat pada laki-laki. Maka dari itu, BPA bisa menyebabkan infertilitas bahkan gangguan janin pada kehamilan seorang ibu. Dalam beberapa kasus, bila seseorang sudah mengonsumsi terlalu banyak BPA, zat kimia tersebut bisa menimbulkan kanker.
“Sebelum jadi bayi juga sudah ada pengaruhnya. Resikonya itu luas, bisa mengalami gangguan pertumbuhan hingga kemungkinan terjadi autis, tergantung selama di dalam kandungan itu BPA memengaruhi organ mana,” kata Pandu kepada Katadata, Selasa (7/6).
Dengan besarnya risiko penyakit yang ditimbulkan BPA, Pandu sepakat dengan adanya pelarangan BPA di wadah minuman, terutama di botol bayi dan galon isi ulang. Ia juga menyebut peraturan serupa sesungguhnya sudah diterapkan di berbagai negara terkait dengan risiko kesehatan yang dimiliki BPA. Oleh sebab itu, banyak wadah makanan dan minuman diberi label BPA Free di negara-negara lain.
Menilik analisa GlobalData, Asia adalah pasar yang besar untuk produk BPA. Bahkan, Asia akan mendominasi penambahan kapasitas bisphenol A global pada 2025.
Dalam selang waktu lima tahun tersebut, akan ada pertumbuhan kapasitas BPA sebesar 29%, dari 7,72 juta ton per tahun pada 2020 menjadi 9,92 juta ton per tahun pada 2025. Dari negara-negara di Asia, Cina berkontribusi paling besar dalam penambahan BPA dengan kapasitas 1,15 juta per tahunnya hingga 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, air isi ulang menjadi sumber air minum utama yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga di Indonesia pada 2020. Ada 29,1% rumah tangga yang menyatakan minum air isi ulang pada tahun lalu.