Koalisi Semut Merah, PKB dan PKS Ingin Rebut Pangsa Wong Cilik
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah sepakat untuk menjajaki peluang berkoalisi menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Kedua partai berencana menamai kerja sama mereka dengan Koalisi Semut Merah.
Nama koalisi ini mengambil filosofi semut merah, yang memiliki koloni dengan saling bekerja sama, walaupun kecil tetapi mampu memberikan efek yang besar, serta dapat mengalahkan sosok besar, sebagai analogi partai besar. Selain itu, semut juga dapat menjadi simbol bagi rakyat kecil.
Menurut Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, koalisi PKB dan PKS juga merepresentasi diri sebagai bagian dari wong cilik. Istilah yang selama ini juga menjadi slogan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). “Jangan hanya rakyat kecil itu diklaim satu partai saja, kita (PKB) juga rakyat kecil. PKS juga rakyat kecil juga. Wong cilik juga,” tuturnya usai pertemuan dengan Sekjen PKS di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (9/6).
Kedua partai juga menyadari posisi mereka yang belum memenuhi presidential threshold yang mewajibkan 20% kursi di parlemen untuk dapat mengajukan calon, bahkan dengan berkoalisi. Sebab jika melihat pada total suara yang diraih pada Pemilu 2019 lalu, PKB memperoleh 10,09 persen, dan PKS sebanyak 8,70 persen.
Untuk mengatasi ini, Koalisi Semut Merah akan terus membuka peluang berkoalisi dengan partai lain.
Meski demikian, PKB tetap pada pendirian dengan mencoba menawarkan ketua umum mereka, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, sebagai capres. Jazilul menilai kesempatan tersebut masih terbuka karena keputusan mengenai capres akan menjadi topik pembicaraan melalui penjajakan dengan partai lain yang nantinya bergabung dengan Koalisi Semut Merah.
“PKB tidak bisa bergerak sendiri karena kurang (suara di parlemen). Karena tidak bisa bergerak sendiri, tentu kalau bersama-sama, harus melalui dialog,” ujarnya.
Menurut Jazil, kesepakatan koalisi PKB dengan PKS sengaja dilakukan jauh-jauh hari sebelum masa tenggat waktu pendaftaran, untuk mencegah terulangnya polarisasi politik seperti yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019. Kala itu, perbedaan pendapat di antara pendukung terjadi karena hanya ada dua pasangan capres-cawapres yang bertarung dalam Pemilu.
Oleh sebab itu, dia berharap koalisi ini dapat menjadi poros ketiga, dengan mencalonkan seorang pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2024. “Kalau cuma dua untuk apa? Gabung saja, jadikan satu. Beres. Tidak repot-repot, kampanye murah,” tuturnya.
Sementara PKS, yang sempat mengedepankan mantan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri atau juga kerap disapa Habib Salim untuk menjadi capres. Akan tetapi, menyadari perolehan kursi mereka di parlemen, PKS bersedia mendukung Cak Imin menjadi capres.
“Kalau kami, mau Cak Imin atau siapapun tidak masalah. Kami sadar, kursi kami (di DPR) cuma 50,” kata Sekretaris Jenderal PKS, Aboe Bakar Alhabsyi.
Poros ketiga yang dimaksud Koalisi Semut Merah mengacu pada sudah terbentuknya poros Koalisi Indonesia Bersatu yang digalang Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan satu lagi capres diharapkan datang dari PDIP yang sudah memenuhi syarat ambang batas presidential treshold.
Dengan hadirnya capres ketiga, mereka berharap tidak akan terjadi polarisasi seperti hal yang terjadi pada dua Pemilu sebelumnya.
Menurut survei Litbang Kompas tentang situasi politik nasional, mayoritas responden menilai buzzer/influencer yang provokatif bisa membuat polarisasi politik di masyarakat kian memanas. Sebanyak 21,6% responden lain menilai polarisasi politik bisa meruncing karena penyebaran informasi yang tidak lengkap/hoaks, 13,4% karena kurangnya peran tokoh bangsa dalam meredakan perselisihan, dan 5,8% karena media sosial.