Omicron BA.4 - BA.5 Masuk RI, Lebih Menular dan Bisa Lolos Imunitas
Kementerian Kesehatan telah melaporkan adanya subvarian Covid-19 Omicron BA.4 dan BA.5. Kasus subvarian BA.4 menyerang warga negara Indonesia (WNI), pria berusia 27 tahun, sementara tiga kasus BA.5 menyerang Warga Negara Asing (WNA) yang sedang menghadiri pertemuan internasional di Bali.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyebut ada satu sifat subvarian yang harus menjadi perhatian yaitu immune escape. Ini berarti, ada kecenderungan virus mampu menghindar dari imunitas seseorang.
“Jadi ada kemungkinan lolos dari imunitas atau kekebalan yang sudah ada pada seseorang, baik melalui vaksinasi atau kekebalan alami,” kata Syahril dalam konferensi pers, Jumat (10/6).
Selain itu kedua subvarian ini memiliki kecepatan transmisi yang lebih tinggi daripada subvarian Omicron sebelumnya. Tapi tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan masih lebih rendah dari subvarian terdahulu.
Oleh sebab itu Syahril meminta masyarakat tidak perlu khawatir karena Indonesia sudah pernah melewati badai Omicron yang gejalanya lebih ringan dari varian Delta. “Kita tidak perlu panik walau ada kenaikan kasus, sebab gejalanya ringan bahkan tidak ada gejala,” kata Syahril.
Dari data interim global yang dihimpun dalam GISAID, sudah ada laporan 6.903 sekuens subvarian BA.4 dari 58 negara. Lima negara yang melaporkan sekuens terbanyak adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Denmark, dan Israel.
Untuk subvarian BA.5, sudah ada laporan 8.687 sekuens dari 63 negara. Lima negara yang melaporkan sekuens BA.5 terbanyak adalah Amerika Serikat, Portugal, Jerman, Inggris, dan Afrika Selatan.
Syahril juga menjelaskan bahwa keadaan penanganan Covid-19 di Indonesia cenderung terkendali. Ada empat indikator yang menjadi acuan yakni positivity rate, transmisi, angka rawat inap, serta angka kematian.
Indonesia memiliki angka rasio positif sebesar 1,15%, di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 5%. Kemudian, untuk data transmisi komunitas kasus di Indonesia sebesar 1,03 kasus per 100 ribu jiwa penduduk per minggu. Angka ini juga lebih rendah dari standar WHO yakni kurang dari 20 kasus per 100 ribu jiwa penduduk per minggu.
Kemudian, hanya ada 0,11 per 100 ribu jiwa penduduk yang menjalani rawat inap di rumah sakit tiap minggunya. WHO menetapkan level terendah adalah di bawah angka lima rawat inap per 100 ribu penduduk per minggu.
Terakhir, Indonesia mencatat angka kematian sebesar 0,01 per 100 ribu penduduk per minggu, masih di bawah standar WHO yakni kurang dari 1 kematian per 100 ribu penduduk per minggu.
“Meski ada kenaikan kasus setelah lebaran, tapi angka-angka standar yang diberikan WHO masih di bawah standar semua,” kata Syahril.