Menteri ATR Diganti, Ini Sederet Tugas Sofyan Djalil yang Tidak Tuntas

Tia Dwitiani Komalasari
15 Juni 2022, 14:18
menteri, reshuffle
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/6/2021).

Presiden Joko Widodo melantik mantan Panglima TNI, Hadi Tjahjanto, sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6). Hadi menggantikan Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR.

Terdapat sejumlah pekerjaan rumah di sektor agraria yang belum tuntas ditangani oleh Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR. Masalah tersebut di antaranya mafia tanah dan hak guna usaha (HGU) lahan sawit.

Berikut sederet tugas Menteri ATR yang tidak bisa ditangani oleh Sofyan Djalil:

1. Pemberantasan mafia tanah

Sofyan Djalil mengakui bahwa hingga saat ini mafia tanah masih banyak beroperasi di Indonesia. Jaringan mafia tanah tersebut bahkan sudah ada di dalam tubuh Kementerian ATR.’

Sebanyak 125 pegawai Kementerian ATR/BPN telah dihukum karena terlibat dalam jaringan mafia tanah. Secara rinci dari 125 pegawai tersebut sebanyak 32 pegawai telah diberhentikan, 53 pegawai telah diberikan disiplin sedang dan 40 pegawai diberikan disiplin ringan.

2. Program Setifikat Tanah Gratis Bermasalah

Presiden joko Widodo telah meluncurkan Program Sertifikat Tanah Gratis. Program ini diadakan karena banyaknya tanah masyarakat yang tidak memiliki sertifikat legal. Namun demikian, program tersebut dinilai bermasalah.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Junimart Girsang mengatakan, penyebab Program Sertifikat Tanah Gratis (PTSL) bermasalah karena pengukurannya melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut adalah surveyor yang ditunjuk lewat lelang pekerjaan oleh BPN Pusat.

Dia mengatakan, validitas pengukuran sertifikat PTSL dari surveyor tersebut bersifat semi ilegal dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. “Terlebih, pada kontrol kualitas pekerjaan pihak ketiga tidak mempunyai kekuatan hukum atau rechts kadaster,” ujarnya melalui siaran pers 21 Oktober 2021.

  3. HGU Lahan Sawit

Berdasarkan jenis izin sawit nasional yang tercatat pada 2020, perkebunan sawit yang sedang dalam proses dan sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) baru 35,06%.  Padahal, HGU merupakan basis hukum pengoperasian perkebunan sawit untuk kepemilikan swasta dan negara.

Apabila perkebunan sawit sudah dikelola sebelum mendapat HGU, artinya perusahaan pemilik perkebunan tidak melewati prosedur formal pengusahaan sawit. Dampaknya, perusahaan tersebut tidak membayar bea pelayanan HGU yang menyebabkan negara kehilangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Selain itu, Badan Pemerika Keuangan mengungkapkanterdapat beberapa perkebunan yang menggarap di luar kawasan yang seharusnya dibudidayakan atau usahakan. Pelanggaran tersebut terjadi di beberapa daerah yang memiliki perkebunan dan hutan sawit yang cukup luas seperti Riau, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...