Pengamat Menilai Jokowi Uji Kesetiaan Partai Koalisi lewat Reshuffle

Aryo Widhy Wicaksono
17 Juni 2022, 06:50
Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan selamat kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Rabu (15/6/2022).
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Presiden Joko Widodo (kanan) menyampaikan selamat kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) usai upacara pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Rabu (15/6/2022).

Setelah dilantik Presiden Joko Widodo, dua menteri baru pada Kabinet Indonesia Maju langsung tancap gas dan menjalankan aktivitas mereka Kamis (16/6). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memeriksa harga kebutuhan pokok di pasar Cibubur, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto, menemui Kapolri Jend. Pol. Listyo Sigit Prabowo.

Selain Zulkifli dan Hadi, Jokowi juga melantik tiga orang wakil menteri (wamen), yaitu Wamen Dalam Negeri, John Wempi Wetipo; Wamen Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor; serta Wakil Menteri ATR/Kepala BPN, Raja Juli Antoni.

Secara keseluruhan, komposisi menteri baru mayoritas berasal dari partai politik.

Melihat komposisi baru ini, peneliti The Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, menjelaskan bahwa Presiden tengah mengumpulkan kekuatan politik dalam kabinetnya untuk memastikan program kerja dan visinya dapat berjalan sukses hingga selesai masa jabatannya nanti.

Untuk kebutuhan ini, Jokowi perlu menjaga stabilitas pemerintahannya, demi menjaga program strategis dapat tereksekusi di sisa masa jabatannya, "Jokowi ingin menjaga jangkarnya. Jangkarnya itu ada di koalisi," ujar Nicky saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (16/6).

Hubungan antara Jokowi dan koalisi berjalan simbiosis. Jokowi butuh pemerintahannya berjalan solid, sehingga memberikan lebih banyak ruang kepada anggota koalisi di kabinet. Di sisi lain, partai politik juga butuh berada di sisi pemerintah karena membutuhkan logistik. Mereka perlu menjaga stamina dan amunisi, karena Pemilu masih dua tahun ke depan.

Akan tetapi, reshuffle kali ini juga menunjukkan strategi Jokowi dalam mengikat partai koalisi, agar tidak melakukan manuver politik. Sebab, selain memperlihatkan politik balas budi, Jokowi juga ingin menunjukkan punya daya tawar lebih banyak, karena memiliki hak prerogatif untuk mengganti menteri sesuai kehendak.

"Kalau lihat perspektif kekuasaan Jawa, ini terlihat ujian kesetiaan," jelasnya.

Sementara Pengamat politik Universitas Brawijaya, Wawan Sobari, kehadiran Hadi diharapkan mampu mengakselerasi program reformasi agraria.

Memiliki latar belakang militer, Hadi dapat memberikan pendekatan berbeda untuk mengakselerasi program reformasi agraria dan tata ruang wilayah.

"Pemerintah pusat harus mulai turun tangan dan bekerja sama dengan daerah," ucapnya, seperti dikutip Antara, Kamis, (16/6).

Ia menambahkan, berdasarkan hasil riset yang dilakukannya, masih ada indikasi permainan yang dilakukan beragam oknum terkait masalah perizinan.

Sedangkan untuk posisi Zulkifli, Wawan melihatnya sudah sesuai kebutuhan. Terutama jika melihat persoalan besar di sektor perdagangan, yakni masalah harga dan ketersediaan stok minyak goreng. Padahal, Indonesia adalah negara dengan lahan kebun kelapa sawit terluas di dunia.

Sementara itu, mayoritas publik setuju jika Presiden melakukan reshuffle kabinet. Hal itu tercermin dari laporan survei Charta Politika bertajuk Membaca Situasi Politik Dan Konstelasi Elektoral Pasca-Rakernas Projo yang dirilis Senin (13/6/2022).

Menurut hasil survei tersebut, 63,1% responden menilai Jokowi perlu merombak kabinetnya.

Reporter: Ashri Fadilla

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...