Kejaksaan Periksa Eks Dirut Krakatau Engineering Terkait Kontrak BFC

Image title
28 Juni 2022, 10:47
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana (kiri) Selasa (31/5/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri
ANTARA/Putu Indah Savitri
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana (kiri) Selasa (31/5/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri

Tim Penyidik Kejaksaan Agung memeriksa Mantan Direktutr Utama PT Krakatau Engineering berinisial MWES pada Senin (27/6), untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan pabrik blast furnace (BFC) oleh PT Krakatau Steel pada 2011. 

Sebagai direktur utama periode 2017-2018, MWES diperiksa terkait penandatanganan kontrak addendum ketiga pada Agustus 2017, bersama perusahaan kontraktor asal Cina, Capital Engineering and Research and Research Incorporation Limited (MCC CERI).

Dari hasil pemeriksaan tim penyidik pada Kejaksaan Agung menemukan bahwa seluruh pekerjaan pada kontrak telah dikerjakan sebelum penandatanganan addendum ketiga tersebut. Kontrak ini adalah untuk pekerjaan change order pada local portion dengan nilai Rp 241,1 miliar.

“Jumlah total nilai kontrak proyek BFC sebesar Rp 2,2 triliun,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan resminya pada Selasa (28/6).

Kemudian dia juga dimintai keterangan terkait penerbitan Surat Keputusan Direksi untuk Pengoperasian COP pada September 2017. Penerbitan surat keputusan tersebut terjadi sebelum ada serah terima pekerjaan pada Oktober 2017 dan Februari 2018.

Pada Agustus 2018, MWES juga menandatangani penjanjian bridging loan atau pinjaman sejumlah Rp 31,7 miliar. Dari keterangan tersebut, maka total bridging loan yang belum terbayarkan saat dirinya menjabat sebagai direktur utama mencapai Rp 359,2 miliar.

Selain itu, tim penyidik juga memeriksa General Manager Planning dan Business Development PT Krakatau Steel periode Januari 2008 sampai dengan Oktober 2011, inisial TD.

Pemeriksaan dilakukan oleh tim penyidik untuk memperoleh keterangan mengenai mekanisme penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) untuk proyek BFC. Kemudian tim penyidik memeriksa staf Business Development PT Krakatau Steel berinisial RH, untuk menjelaskan perihal penyerahan HPS dari Tirta Dirja kepada ketua pengadaan HPS.

Dalam kasus ini, tim penyidik sebelumnya menemukan bahwa Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) memberikan pinjaman sebesar Rp 2,45 triliun kepada PT Krakatau Engineering, anak perusahaan PT Krakatau Steel. Pinjaman itu untuk pembiayaan pembangunan pabrik BFC atau tanur tiup.

Pinjaman tersebut diungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Supardi merupakan bagian dari sindikasi Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), sebab LPEI bukanlah lembaga perbankan.

“Ya benar. Cuma kan dia juga meminjamkan,” ujar Supardi kepada Katadata.co.id pada Jumat (13/5). 

Dari pinjaman tersebut, hingga saat ini PT Krakatau Engineering diketahui belum dapat melunasinya disebabkan berbagai permasalahan di dalam proyek pembangunan pabrik BFC. Dari proyek tersebut, PT Krakatau Engineering mengalami kerugian mencapai Rp 478 miliar.

Reporter: Ashri Fadilla

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...