PPATK Temukan Aliran Dana Mencurigakan ACT hingga ke Al Qaeda
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan aliran dana mencurigakan dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Aliran dana ACT di antaranya terkait dengan penerima yang terindikasi dengan jaringan terorisme Al Qaeda.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan penerima tersebut merupakan satu dari 19 orang yang ditangkap oleh pihak kepolisian di Turki karena terkait dengan jaringan Al Qaeda. “Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan,” ujar Ivan dalam konferensi pers, Rabu (6/7).
Dugaan dari PPATK tersebut muncul dari keluarnya salah satu financial action expose money laundry oleh Financial Action Task Force (FATF). Berdasarkan laporan tersebut, terdapat negara-negara yang dianggap masih lemah terhadap sistem antimoney laundry dan penanganan terorisme.
“Karena itu setiap transaksi yang dilakukan oleh para pihak yang masih terkait dengan risk country tersebut diminta untuk dilakukan secara mendalam,” ujarnya.
PPATK mencatat aliran dana ACT berhubungan dengan 16 rekening entitas di sepuluh negara, di antaranya Jepang, Turki, Palestina, Inggris, Malaysia, Singapura, Jerman, Amerika Serikat, Hongkong, dan Belanda.
Dari aliran dana tersebut, ditemukan adanya dua ribu kali pemasukan dari entitas asing ke ACT dengan nilai lebih dari Rp 64 miliar. Sementara total dana dari ACT yang dialirkan ke luar negeri lebih dari Rp 52 miliar dengan total lebih dari 450 kali transaksi.
“Ada terkait aktivitas luar negeri karena bantuan bisa dilakukan luar negeri yang kesulitan di sana,” kata Ivan.
Transaksi tersebut dilakukan oleh pengurus ACT mulai dari staf akuntan, admin, dan karyawan. Dalam dua tahun terakhir, ada beberapa transaksi yang dilakukan ke negara berisiko tinggi.
Ivan mencontohkan adanya 17 transaksi dengan totoal Rp 17 miliar dengan kisaran Rp 10 juta- Rp 500 juta per transaksi. Salah satu yang dianggap mencurigakan oleh PPATK yaitu transaksi lebih dari Rp 30 miliar antara ACT dengan sebuah perusahaan.
“Ternyata pemilik perusahaan lain itu terkait dengan entitas perusahan tadi,” katanya.
Hingga kini PPATK tengah meneliti keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari transaksi-transaksi yang dilakukan pengurus ACT. Pendalaman lebih lanjut dilakukan dengan menganalisa data-data yang masuk dari penyidik jasa keuangan.
Terkait transaksi tersebut, sementara ini PPATK telah memblokir 60 rekening di 33 penyedia jasa keuangan. Selain itu, Ivan menyampaikan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memberikan donasi atau sumbangan dengan mengecek kredibilitas lembaga pengumpul donasi.
“Jadi sudah kami hentikan (blokir rekening). Lalu kemudian, sebagai informasi ke teman-teman agar berhati-hati. Ini bisa terjadi kepada kita semua yang dilakukan entitas oleh yayasan manapun itu,” kata Ivan.