Ragam Aplikasi Pemerintah Kendalikan Konsumsi BBM hingga Minyak Curah

Aryo Widhy Wicaksono
11 Juli 2022, 20:01
Pengendara menunjukkan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/7/2022).
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.
Pengendara menunjukkan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/7/2022).

PT Pertamina (Persero) terus memutakhirkan informasi terkait pembatasan subsidi melalui aplikasi MyPertamina, seiring sosialisasi agar masyarakat mendaftarkan data diri dan kendaraannya melalui aplikasi tersebut mulai 1 Juli 2022.

Masyarakat wajib mendaftarkan diri jika ingin terus mengkonsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar dari Pertamina, agar mendapatkan QR Code sebagai tanda kendaraan yang layak membeli BBM bersubsidi.

"Kami informasikan pendaftaran khusus konsumen Solar subsidi dan Pertalite roda 4. Untuk kendaraan roda 2 bisa melakukan pembelian BBM Subsidi jenis Pertalite seperti biasa tanpa menggunakan QR Code," bunyi pesan sosialisasi MyPertamina dalam akun Twitter resmi mereka, Senin (11/7).

Sambil berjalan masa pendaftaran di MyPertamina, pemerintah pun menggodok Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM dan juga petunjuk teknisnya. Aturan baru nanti, akan lebih rinci mengatur mengenai kendaraan pribadi yang berhak mendapatkan BBM jenis solar dan Pertalite.

Langkah ini diambil Pertamina untuk mengurangi beban subsidi. Tahun ini, pemerintah akan menambah anggaran subsidi BBM menjadi Rp 502 triliun. Anggaran tersebut untuk menjaga agar Pertalite bertahan pada harga Rp 7.650 per liter, sehingga tidak menimbulkan inflasi di tengah ancaman resesi global.

Menyitir Antara, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya harus menjaga kuota BBM subsidi agar tidak melebih kuota yang ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sebanyak 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengkonsumsi 20 persen BBM, tetapi 60 persen ekonomi teratas justru mengkonsumsi 80 persen BBM subsidi.

Akan tetapi, upaya pemerintah untuk mengendalikan penyaluran BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina menciptakan kebingungan di masyarakat, lantaran sosialisasi dinilai kurang efektif.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai komunikasi publik yang dilakukan pemerintah untuk menyosialisasikan penerapan subsidi tertutup dengan aplikasi MyPertamina kurang optimal. Hal ini tercermin dari kesalahpahaman di masyarakat mengenai proses penggunaan aplikasi tersebut.

Menurut Tulus, opini masyarakat mengenai penggunaan aplikasi MyPertamina adalah setiap pembelian BBM bersubsidi di SPBU harus menggunakan aplikasi di ponsel pintar atau smartphone. Padahal, aplikasi hanya digunakan sebagai medium pendaftaran calon penerima BBM bersubsidi.

Sementara pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, upaya pemerintah dan Pertamina untuk membatasi subsidi BBM patut mendapatkan apresiasi. "Bagus yang dilakukan Pertamina. Memang harus dibatasi, kan kalau tidak, siapa yang mau nanggung," ujar Agus, dikutip Antara di Jakarta, Senin (11/7).

Hanya saja, menurut Agus, klasifikasi kendaraan yang berhak membeli solar dan Pertalite di SPBU Pertamina masih belum "terang". Strategi digitalisasi melalui aplikasi yang dilakukan Pertamina positif untuk bank data.

Penggunaan MyPertamina bisa efektif mengendalikan subsidi, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat mampu untuk membeli BBM nonsubsidi yang lebih ramah lingkungan.

Pendapat serupa mengenai pembatasan subsidi juga diungkapkan Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi. Menurutnya pembatasan BBM memang diperlukan, tetapi pemerintah perlu membuat kriteria yang lebih sederhana, untuk mempermudah pelaksanaan teknis di lapangan.

Selain itu, Fahmy menilai belum perlu menerapkan pembatasan subsidi menggunakan aplikasi MyPertamina, mengingat infrastruktur digital masih kurang memadami, serta faktor gagap teknologi.

"Kriteria pembatasan dibuat sederhana, dan operated di SPBU, tanpa MyPertamina," ujarnya di Jakarta, seperti dikutip Antara, Senin (11/7).

Penggunaan aplikasi untuk urusan pembatasan distribusi kebutuhan pokok, juga coba diterapkan untuk minyak curah. Pemerintah berencana menggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk memonitor konsumsi minyak curah. Padahal sejatinya, aplikasi tersebut tercipta untuk melacak mobilitas orang di tengah pandemi.

Penerapan ini masih dalam tahap uji coba dan sosialisasi publik. Untuk konsumsi, pelanggan berhak mendapatkan kuota pembelian minyak goreng curah sebanyak 10 liter setiap hari, per nomor induk kependudukan (NIK).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa masyarakat yang belum punya PeduliLindungi tetap dapat membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) dengan menunjukkan NIK.

Perubahan sistem ini dilakukan untuk membuat tata kelola distribusi MGCR menjadi lebih akuntabel dan bisa terpantau mulai dari produsen hingga konsumen.

“Setelah masa sosialisasi selesai, masyarakat harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau menunjukkan NIK, untuk bisa mendapatkan MGCR dengan harga eceran tertinggi (HET),” ujar Menko Luhut dalam keterangan resmi, Jumat (24/6).

Melalui aplikasi atau menunjukkan KTP, pelanggan dapat memperoleh MGCR dengan harga eceran tertinggi, yakni Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram.

Jauh sebelum MyPertamina dan PeduliLindungi, baik pemerintah pusat dan daerah sudah ramai-ramai menciptakan aplikasi untuk segala urusan pemerintah, demi memudahkan layanan publik. 

Dari bayar listrik, pajak, daftar paspor, sertifikat tanah, hingga catatan sipil dan layanan pemerintah daerah, semuanya telah memiliki aplikasi masing-masing. Pada setiap aplikasi, pengguna juga wajib memasukkan data informasi pribadi. Pemerintah mencatat jumlahnya kini telah mencapai 24 ribu.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Badan Pusat Statistik (BPS) sedang membangun Satu Data Indonesia yang diharapkan bisa mengintegrasikan data berdasarkan ribuan aplikasi milik Kementerian dan Lembaga pemerintah.

“Satu Data Indonesia itu akan bisa menurunkan biaya operasional pemerintah dan meningkatkan reliabilitas dan mengkoordinasikan aplikasi pemerintah sehingga setiap Kementerian dan Lembaga tidak perlu membuat aplikasi sendiri-sendiri,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam webinar Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022, Senin (11/7) seperti dikutip dari Antara.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan pemerintah sedang menyiapkan aplikasi super untuk layanan publik terpadu. Ide ini sebagai bagian dari implementasi kebijakan berbasis data, untuk menghasilkan satu data.

"Jika kita bicara pelayanan publik, maka harus kita sadari ada begitu banyak layanan yang diakses masyarakat secara parsial. Oleh karena itu, Pemerintah sedang menyiapkan public services super apps, suatu aplikasi layanan publik terpadu dalam satu aplikasi," kata Johnny dalam siaran pers, Senin (11/7).

Menurutnya, setiap lembaga pemerintahan saat ini menggunakan aplikasi masing-masing, sehingga menjadi terlalu banyak dan kurang efisien. Aplikasi super ini berguna untuk memudahkan komunikasi lintas instansi yang terintegrasi dalam satu sistem.

Super apps ini juga bertujuan mencegah duplikasi aplikasi sejenis dari berbagai kementerian dan lembaga. 

Reporter: Antara, Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...