10 Seruan TSFWG C20 ke G20 Terkait Pajak dan Keuangan Berkelanjutan
Tax and Sustainable Finance Working Group (TSFWG) Civil 20 (C20) menyatakan mendukung dilanjutkannya agenda-agenda reformasi perpajakan internasional baik yang diinisiasi oleh Indonesia maupun yang telah disepakati sebelumnya oleh negara-negara G20.
Hal tersebut merespon Merespon pertemuan Menteri Keuangan, Bank Sentral, dan negara-negara G20 (3rd Finance and Central Bank Deputies Meeting). TSFWG C20 terdiri dari organisasi masyarakat sipil Indonesia dan negara-negara lainnya.
“Namun terkait beberapa hal lain kami menyampaikan pandangan yang berbeda dan menyampaikan rekomendasi terkait dengan agenda-agenda yang sedang dibahas,” seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (13/7).
Pada pertemuan 3rd Finance and Central Bank Deputies Meeting, G20 membahas beberapa isu yakni dua pilar perpajakan internasional, forum inklusif untuk pendekatan mitigasi karbon, pajak dan pembangunan, transparansi pajak, serta implementasi proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Adapun terkait dengan agenda-agenda perpajakan, TSFWG C20 memberikan 10 rekomendasi yakni:
1. Meminta G20 dan negara-negara lain untuk menyerukan pembentukan badan PBB tentang Pajak Global.
Badan ini akan memiliki mandat internasional dan bukan hanya mewakili negara kaya, namun juga negara berkembang dan miskin untuk menerapkan aturan dan peraturan lintas batas dan lintas yurisdiksi. Ini akan menjadi forum global yang benar-benar inklusif, universal, dan demokratis yang memiliki legitimasi melalui peningkatan keterwakilan dan partisipasi negara berkembang dan negara miskin.
2. Terkait Pilar 1, TSFWG C20 mengusulkan pengurangan lingkup ambang batas (threshold) dari yang saat ini sebesar € 20 miliar.
Hal ini supaya lebih banyak lagi perusahaan multinasional yang masuk dalam skema Pilar 1 dan benefit yurisdiksi pasar menjadi lebih maksimal. Berikutnya kami mengusulkan minimal 30% dari residual profit (seluruh laba diatas 10% dari penghasilan) akan diberikan pada yurisdiksi pasar.
3. Mengenai Pilar 2 (GloBE), TSFWG C20 mengusulkan tarif pajak minimum global untuk perusahaan multinasional ditetapkan pada kisaran 21-25%, bukan 15%.
Berikutnya, TSFWG C20 mendesak perusahaan multinasional diwajibkan untuk mempublikasikan pelaporan negara per negara (CbCR) yang dapat diakses oleh publik untuk transparansi perpajakan yang lebih baik. Selain itu, TSFWG C20 mendesak untuk menurunkan ambang batas kewajiban pelaporan CbCR yang pada saat ini sebesar € 750 juta agar lebih banyak lagi perusahaan multinasional yang masuk dalam skema Pilar 2.
4. TSFWG C20 menegaskan kembali bahwa negara-negara G20 harus membiayai infrastruktur/layanan publik melalui alternatif lain berupa pajak kekayaan yang juga berfungsi sebagai sarana redistribusi kekayaan dan untuk mengurangi ketimpangan, melalui mekanisme tarif tetap pada nilai kekayaan diatas US$ 10 juta.
5. TSFWG C20 menuntut OECD untuk menghapus beban pajak yang tidak adil pada perempuan dan mengadopsi perpajakan yang progresif, redistributif, dan setara gender, termasuk bentuk perpajakan baru atas modal dan kekayaan, dikombinasikan dengan pengurangan ketergantungan pada pajak konsumsi.
Kemudian TSFWG C20 menuntut semua pemimpin G20 untuk menghapus bias gender dan diskriminasi dalam kebijakan pajak untuk memastikan bahwa pendapatan pajak dinaikkan dan dibelanjakan dengan cara yang mempromosikan kesetaraan gender.
6. TSFWG C20 mendesak negara-negara untuk memastikan adanya mekanisme pajak karbon yang lebih transparan dan akuntabel.
TSFWG C20 mendukung rencana G20 dan OECD untuk membentuk Inclusive Forum on Carbon Mitigation Approach, yang diharapkan mengulang keberhasilan model Inclusive Framework on BEPS. Namun pembuatan mekanisme pajak karbon yang benar-benar inklusif dan demokratis lebih mungkin dilakukan di bawah mekanisme PBB.
7. Terkait dengan agenda-agenda keuangan berkelanjutan TSFWG C20 menuntut G20 dan OECD G20 dan negara-negara lain untuk mengadopsi prinsip inklusif dalam meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan instrumen keuangan berkelanjutan.
Yaitu dengan mempertimbangkan karakteristik dari kelompok sasaran di dalam desain dan pembuatan keputusan terkait instrumen keuangan berkelanjutan, termasuk memastikan bahwa instrumen keuangan berkelanjutan menjalankan proses Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Free Prior Informed Consent/ FPIC).
8. TSFWG C20 menuntut agar instrumen keuangan berkelanjutan tidak digunakan untuk membiayai sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (AFOLU) yang berdampak pada perubahan iklim, kerusakan lingkungan dan berkontribusi terhadap hampir seperempat dari total emisi global, terlebih sektor AFOLU yang sangat rentan terhadap pengambilalihan dan penggunaan tanah secara sewenang-wenang.
9. TSFWG C20 mendesak untuk memastikan bahwa instrumen keuangan berkelanjutan benar-benar berkontribusi terhadap pencapaian target Persetujuan Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Uji tuntas dan verifikasi harus dilakukan dalam menilai kelayakan dari instrumen keuangan berkelanjutan untuk menghindari risiko atau dampak perubahan iklim, memicu deforestasi, hilangnya mata pencaharian, sumber daya alam, tanah, dan rumah, dan bahkan memicu kekerasan dan pelanggaran dari hak asasi manusia.
10. TSFWG C20 mendesak G20 untuk memfasilitasi mekanisme restrukturisasi utang yang jelas dan tepat waktu yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mencakup semua kreditur untuk menyelesaikan krisis utang secara berkelanjutan jangka panjang untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
TSFWG C20 juga mendesak G20 untuk mengajukan lebih banyak inisiatif pengurangan utang di luar Inisiatif Penangguhan Layanan Utang/DSSI, Kerangka Kerja Umum/CF, dan restrukturisasi inisiatif pengurangan utang IMF (misalnya penyaluran kembali Hak Penarikan Khusus/SDR).