Potensi Besar Ekowisata Benang Stokel NTB sebagai Penghasil Devisa
Didera gempa Lombok pada 2018 hingga pandemi Covid-19, wisata Air Terjun Benang Stokel masih tetap beroperasi hingga sekarang. Bahkan, objek pariwisata tersebut dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sana. Namun pengembangan ekowisata di Nusa Tenggara Barat itu bukan tanpa masalah.
Perintis ekowisata Air Terjun Benang Stokel, Marwi, bercerita bahwa masyarakat daerah sekitar sudah berhasil merehabilitasi, menguatkan kapasitas wisata, hingga menghasilkan produk untuk dipasarkan di daerah wisata itu. Kini, mereka berfokus pada regenerasi dan memaksimalkan teknologi untuk promosi daerah tersebut.
Namun kolaborasi dan komunikasi dengan pemerintah daerah belum lancar. Demikia juga dalam pengembangan teknologi untuk membesarkan Air Terjun Benang Stokel. Ada beberapa peraturan dan kebijakan yang masih dibicarakan mengenai integrasi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya antarkementerian dan lembaga di tingkat nasional hingga daerah.
“Pemerintah daerah mengatur objek wisata, seakan-akan daerah itu ditutup,” kata Marwi dalam webinar Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) Katadata, Rabu (24/8). Padahal Air Terjun Benang Stokel sebenarnya tetap terbuka untuk masyarakat umum. “Ini yang perlu dikomunikasikan.”
Air Terjun Benang Stokel merupakan salah satu objek wisata di kaki Gunung Rinjani yang termasyhur. Tempat ini masih alami dengan hamparan hutan di sekitarnya.
Kepala Sub Direktorat Pengembangan Pendampingan Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hasnawi, menyebutkan perkembangan perhutanan sosial harus menjadi perhatian berbagai pihak. Dari 9.500 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) di Indonesia, baru ada 480 KUPS yang bergerak di bidang ekowisata.
“Ada potensi sekitar 780 KUPS dari surat kuasa yang sudah diterbitkan untuk ekowisata,” ujar Hasnawi dalam acara yang sama. Pengembangan wisata alam tersebut penting mengingat sumbangannya sebagi salah satu penghasil devisa terbesar.
Menurut Hasnawi, hingga sekarang sudah ada lima juta hektare perhutanan sosial yang dikelola masyarakat. Saat awal dimulai, program ini diberikan kepada 1,7 juta hektare perhutanan sosial pada 1970-an.
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Sri Mariati, menyebutkan kawasan Air Terjun Benang Stokel telah masuk kriteria ekowisata dari Organisasi Pariwisata Dunia. WTO ini mendefinisikan ekowisata sebagai daerah pariwisata berbasis alam. Motivasi pengembangannya untuk menikmati dan memberi apresiasi terhadap lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, untuk pengembangan awal, ada lima kriteria yang harus dimiliki oleh suatu destinasi pariwisata, yakni aksesibilitas, atraksi, amenites, akomodasi, dan pelayanan alias hospitality.
“Tapi yang paling penting itu keberlanjutan lingkungan. Masyarakat harus menjaga daerah tangkapan air agar air terjun tidak kering,” kata Sri.
Melansir data dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tahun ini target jumlah kunjungan wisatawan mancanegara 1,8 hingga 3,6 juta orang. Dari kunjungan itu, Kementerian mengharapkan jumlah devisa US$ 470 juta hingga 1,7 miliar atau setara Rp 7 hingga 25,3 triliun.