Komitmen Pengusaha Kelapa Sawit untuk Sawit Berkelanjutan
JAKARTA - Komitmen pengusaha kelapa sawit untuk mewujudkan industri kelapa sawit Indonesia berkelanjutan semakin menunjukkan angka yang positif. Hal tersebut diketahui dengan semakin banyaknya perusahaan yang sudah tersertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil).
Kepala Divisi Sustainability GAPKI Bambang Dwi Laksono mengatakan, data GAPKI mencatat, sekitar 560 dari 718 perusahaan anggota GAPKI sudah bersertifikat ISPO.
"Jadi sekitar 78 persen sudah bersertifikat ISPO," kata Bambang dalam webinar bertema 'Strengthening the Sustainability Commitment of Palm Oil Industry', Rabu (24/8/2022).
Bambang menjelaskan, industri sawit berkelanjutan merupakan salah satu impelemntasi dari visi misi GAPKI. Untuk itu, GAPKI terus melakukan koordinasi dengan 14 cabang yang ada di Indonesia untuk mendorong, memberi konsultasi, dan mencari alternatif solusi terkait implementasi ISPO di perusahaan.
"Kita berharap kedepannya akan semakin banyak anggota GAPKI yang akan mendapatkan sertifikat ISPO," ujarnya.
Bambang menambahkan, bicara mengenai sertifikasi berkelanjutan di perkebunan sawit terdapat ISPO, RSPO, dan ICC. ISPO bersifat mandatori sehingga suka atau tidak harus diimplementasikan sebagai wujud peratiran perundangan di Indonesia.
Untuk RSPO, GAPKI melakukan beberapa inisiasi dengan sifat sukarela (volunteer). Di sini, GAPKI menyerahkan kepada anggota untuk melihat kepentingan dan kemendesakan terkait implementasi RSPO.
"Karena kalau kami melihat sustainability sebetulnya ada empat pilar, diantaranya layak ekonomi, layak sosial budaya, dan ramah lingkungan. Dasar dari semua itu adalah peraturan perundangan. Di RSPO dan ISPO kami melihat bahwa item-item itu ada. Namun dengan penekanan, kedetilan, dengan kompleksitas yang berbeda, kami tetap mendorong perusahaan-perusahaan anggota GAPKI yang merasa ada kebutuhan disamping ISPO untuk mngimplementasikan sistem sertifikasi yang lain. Kami dorong," tutur Bambang.
Deputy Director of Market Transformation (Indonesia) at RSPO, M. Windrawan Inantha mengatakan, dari 5.312 member RSPO, RSPO baru bisa mensertifikasi 19 persen dari total volume kelapa sawit di dunia.
"Yang disertifikasi di seluruh dunia ada 4,6 juta hektar," kata Windrawan.
Ia menambahkan, angka 19 persen di dunia tersebut sama dengan angka yang sama di Indonesia. Pasalnya, Indonesia merupakan produsen terbesar sawit di dunia.
Meski demikian, Windrawan mengakui jika perkembangan industri sawit berkelanjutan di Indonesia cukup menggembirakan. Terutama dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSP) 2019-2024.
"Instruksi presiden yang memberikan perintah kepada kementerian, lembaga yang punya hubungan dengan industri sawit untuk melakukan beberapa prioritas pekerjaan rumah dalam bentuk Inpres. Jadi sangat kuat," ujarnya.
Sementara itu Executive Director Sawit Watch, Achmad Surambo menjelaskan kebijakan industri sawit berkelanjutan miskin implementasi. Ia mencontohkan, rencana aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan dicanangkan 2019, namun ternyata diturunkan ke-9 provinsi dari 25 provinsi yang mempunyai tutupan sawit.
"Kalo menurut saya waktunya sudah mau magrib, karena 2024 finishnya. Begitu juga kalau kita cek sampai kabupaten, itu lebih miris lagi. Yang menurunkan katakanlah dalam catatan kami sekitar 14-15 kabupaten/kota dari sekitar 247 kabupaten/kota yang punya tutupan sawit. Menurut saya perlu digenjot.
Surambo menyatakan, agar RAN-KSP terwujud maka diperlukan kesadaran bersama. Apalagi konstitusi negara, yaitu di pasal 33 ayat 4 terdapat kata keberlanjutan.
"Ini bukan pasar yang menuntut. Yang menuntut konstitusi kita." jelasnya.