Johanis Tanak Usung Restructive Justice, Pengamat: Tidak Tepat
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berpendapat usulan restoractive justice bagi koruptor yang disampaikan Johanis Tanak tidak tepat. Alasannya, korupsi merupakan tindak kejahatan yang melibatkan banyak pihak.
"Karena yang diambil atau yang menjadi korban kejahatannya adalah uang masyarakat, atau uang negara yang seharusnya digunakan untuk program-program di dalam masyarakat. Karena itu ide restoractive justice untuk kasus korupsi itu menurut saya ngaco," katanya, ketika dihubungi, Kamis (29/9).
Ia menambahkan, restoractive justice dikemukakan untuk mengembalikan kerugian korban. Cara itu dilakukan dengan meminta pertanggungjawaban dari pelaku, sehingga pelaku juga menyadari kesalahannya. Konsep ini mengedepankan keadilan untuk kedua belah pihak.
"Coba bayangkan kalau restoractive justice ini diterapkan pada kasus korupsi dan bisa dikembalikan, orangnya tidak dihukum-dimaafkan, maka sudah dapat dipastikan, kasus seperti ini atau putusan seperti ini akan merangsang tumbuhnya korupsi di mana-mana," jelasnya.
Fickar menambahkan, dengan diterapkannya restoractive justice bagi koruptor ini nantinya bisa menimbulkan anggapan menyepelekan dari pelaku yang menganggap jika ketahuan maka tinggal dikembalikan.
"Ide yang seperti ini tidak produktif ya kalau menurut saya, tidak membuat sesuatu lebih baik gitu. Baik itu dalam kerangka penyelenggaraan negara oleh aparatur negaranya, maupun mengenai pengembalian kerugian negaranya," katanya.
Ia menambahkan, meskipun tidak ada restoractive justice, sebenarnya koruptor masih bisa dituntut, selain melalui perkara pidana menyita hartanya, juga negara bisa menuntut secara perdata," pungkasnya.
Sebelumya, usulan mengenai hal tersebut diungkapkan Johanis Tanak ketika mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di ruang rapat Komisi III DPR RI, Rabu (28/9)
Johanis terpilih menjadi pimpinan KPK yang baru, menggantikan Lili Pintauli Siregar. Ia terpilih melalui mekanisme pemungutan suara oleh anggota Komisk III DPR RI, dengan perolehan 38 suara melampaui lawannya, Nyoman Wara dengan 14 suara.