Tragedi Kanjuruhan Renggut 125 Nyawa, Siapa Paling Bertanggung Jawab?
Tragedi di Stadion Kanjuruhan telah menelan korban jiwa sebanyak 125 orang. Bahkan, kejadian ini menjadi sorotan internasional karena banyaknya jumlah orang yang meninggal.
Buntut tragedi Kanjuruhan, Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginvestigasi kasus ini. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
Meski tujuan tim untuk membenahi kebijakan sepak bola Tanah Air, namun tak menutup kemungkinan mereka membongkar pihak yang bertanggung jawab atas tragedi ini.
"Ini akan disalurkan ke Polri untuk diproses secara hukum," kata Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/10).
Mahfud juga mengatakan dalam waktu dekat, Polri akan menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka. Ia tak menutup kemungkinan anggota Korps Bhayangkara dikenakan hukuman pidana jika terlibat kekerasan.
"Pidana untuk pelaku di lapangan yang brutal," katanya.
Meski demikian, pertanyaan muncul: siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas tragedi ini.
Dikutip dari sejumlah pernyataan dan pemberitaan, ini pihak-pihak yang tengah menjadi sorotan:
Apakah Polri?
Aparat kepolisian menjadi sorotan terutama karena menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Hal ini bertentangan dengan Pasal 19 b aturan FIFA soal pengamanan di pinggir lapangan.
Dalam sebuah video yang beredar, telihat sejumlah polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton dan bukan mereka yang merusuh di lapangan. Hal ini mengakibatkan ribuan suporter panik dan serentak mencoba keluar lewat Pintu 12, titik lokasi di mana korban meninggal berjatuhan.
Amnesty International juga menyoroti penggunaan gas air mata saat pertandingan sepak bola. Mereka meminta hal ini segera diusut tuntas oleh pemerintah.
Buntut kejadian tersebut, Tim Penelitian Khusus (Litsus) serta Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memeriksa 18 orang polisi yang menembakkan gas air mata di Kanjuruhan.
Selain itu Polri juga tengah mendalami keterangan manajer pengamanan dari pangkat perwira hingga perwira menengah. Terkait penggunaan gas air mata dalam pertandingan, Korps Bhayangkara mengatakan hal tersebut menjadi materi yang sedang didalami tim.
"Eskalasi di lapangan dengan SOP. Eskalasi kontingensi 'emergency' sifatnya bagaimana, kontingensi 'plan', dan 'emergency plan' bagaimana. Hal tersebut bakal diaudit," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo.
Apakah TNI?
Sorotan juga datang kepada aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ikut menjaga pertandingan Arema melawan Persebaya. Dalam sebuah video, terlihat personel TNI menendang suporter Arema saat kondisi telah memanas.
Merespons hal ini, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan dirinya akan menginvestigasi dugaan kekerasan tersebut. Andika juga menjanjikan ada sanksi keras jika anak buahnya terbukti melakukan tindak kekerasan.
"Itu bukan dalam rangka mempertahankan diri atau (yang lain) misalnya. Itu bagi saya masuk ke tindak pidana," ujar Andika di Kemenko Polhukam.
Apakah Panitia Pelaksana?
Sorotan juga datang kepada Panitia Pelaksana (Panpel) pertandingan derby Jawa Timur itu. Sejumlah warganet menganggap mereka lalai sehingga pemicu kerusuhan tak bisa dicegah.
Mahfud pada Minggu (2/10) mengatakan sebenarnya aparat sudah meminta jam pertandingan dimajukan menjadi sore hari. Begitu pula jumlah penonton dibatasi sesuai kapasitas Stadion Kanjuruhan.
Kenyataannya, jumlah penonton Arema melawan rival beratnya itu membludak menjadi 42 ribu orang. Hal ini menjadi salah satu pemicu awal kondisi lapangan tak bisa dikendalikan.
Ombudsman Jawa Timur juga menganggap Panpel abai terhadap aturan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) soal aturan dan keselamatan di stadion. Oleh sebab itu mereka akan melakukan investigasi.
Apakah suporter Arema Malang?
Kerusuhan bermula ketika suporter Arema tak puas atas kekalahan Singo Edan melawan Persebaya dengan skor 2-3. Seorang Aremania Korwil Bantur, Slamet Sanjoko mengatakan awalnya, ada dua Aremania yang beralasan ingin foto dengan pemain Arema usai pertandingan.
Slamet selaku Korwil lalu meminta aparat tak mengizinkan dua orang itu berfoto. Namun, kedua suporter akhirnya diizinkan masuk ke lapangan lantaran terus memaksa panitia.
Ternyata, dua suporter ini menghampiri pemain untuk meminta maaf kepada para Aremania di stadion. "Mereka mendekat ke pemain Arema FC kemudian terjadi bentrokan, pemicunya di situ," kata Slamet pada Minggu (2/10) dikutip dari Antara.
Melihat ada bentrokan, suporter lainnya langsung merangsek masuk lapangan. Slamet bersama rekan-rekannya dari Bantur lalu memutuskan untuk mencari jalan keluar.
Beberapa menit berada di luar stadion, ia melihat ada tembakan gas air mata ke arah tribun. "Kami sudah lolos dan tidak tahun kondisi di dalam, namun ada rekan yang terkena gas air mata," katanya.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta beralasan penembakan gas air mata dilakukan karena suporter berlaku anarkis serta menyerang petugas. Namun ia tak menampik, jatuhnya banyak korban karena suporter panik.
"Karena gas air mata, mereka pergi ke satu titik di pintu keluar. Kemudian terjadi sesak napas, kekurangan oksigen," ujarnya.