WHO: Dunia Terancam Resistensi Antimikroba, Kematian 3 Menit Sekali

Andi M. Arief
12 Oktober 2022, 16:40
who, amr, obat
Alexandr Podvalny/Pexels
Ilustrasi obat penurun kolesterol yang tersedia di apotek

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan kegiatan medis dapat mengalami kemunduran pada 20-30 tahun ke depan. Hal tersebut disebabkan oleh penyakit Resistensi Antimikroba atau AMR.

Secara sederhana, AMR adalah kondisi di mana bakteri yang mengakibatkan penyakit pada tubuh manusia memiliki resistensi terhadap obat antibiotik. Saat seseorang mengidap AMR, potensi terjadi sepsis setelah mengonsumsi obat antibiotik menjadi tinggi.

Berdasarkan Halodoc, sepsis adalah kondisi peradangan ekstrem akibat komplikasi. Umumnya, kondisi sepsis terjadi setelah obat yang dikonsumsi untuk menyembuhkan suatu infeksi akibat bakteri atau virus justru tidak berhasil.

"Kami mendeklarasikan AMR sebagai salah satu dari 10 masalah utama kemanusiaan. Kami melakukannya karena jumlah orang yang meninggal karena AMR," kata Technical Officer WHO Indonesia Mukta Sharma dalam media briefing "Resistensi Antimikroba: Pandemi Senyap, Rabu (12/10).

Mukta mendata saat ini AMR memakan korban jiwa setiap 3 menit. Wilayah yang terkena dampak dari AMR adalah negara berpenghasilan rendah yang tidak menyediakan jaminan kesehatan maupun sanitasi layak kepada masyarakatnya.

Dia mengatakan penyakit ini mengancam praktik medis yang umum dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti bedah gigi sampai operasi transplantasi jantung. Menurutnya, mayoritas kegiatan medis memerlukan antibiotik setelah pasien melalui operasi kecil maupun besar.

Dia mengatakan AMR dapat membuat pengetahuan medis pada 10-20 tahun mendatang harus mundur ke saat antibiotik belum ditemukan. Selain itu, penyakit ini bisa membuat kegiatan operasi hilang dari kegiatan medis pada 20-30 tahun ke depan.

Maka dari itu, Mukta mendorong agar pemerintah Indonesia merespon AMR dalam waktu dekat. Menurutnya, dampak yang dirasakan AMR saat ini tidak begitu terasa mengingat AMR memerlukan waktu agar terasa secara besar dan massal.

Mukta menjelaskan seseorang dapat mengidap AMR jika mengonsumsi obat antibiotik tanpa anjuran dokter. Adapun, obat antibiotik bertujuan untuk menghilangkan 95% - 98% bakteri yang membuat seseorang penyakit.

Dengan demikian, masih ada sekitar 2% bakteri penyakit walaupun seseorang telah sembuh dari penyakit tersebut. Konsumsi antibiotik tanpa anjuran dokter dapat memperkuat dan mempercepat kemampuan bakteri tersebut terhadap obat antibiotik.

Makanya WHO berencana mendorong Kementerian Kesehatan menggelar kegiatan Survei prevalensi AMR nasional dalam waktu dekat. Survei akan dilakukan pada 20 rumah sakit, sedangkan jumlah rumah sakit di Indonesia lebih dari 2.000.

"WHO akan mendukung pendanaan kegiatan tersebut. Budi Sadikin adalah salah satu menteri di dunia yang setuju untuk melakukan survei tersebut saat ini," kata Mukta.

Selain itu, Mukta mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan obat antibiotik di pasar.  Terakhir, ia meminta agar pemangku kepentingan meningkatkan kesadaran AMR di masyarakat. Menurutnya, masyarakat harus mendapatkan edukasi bahwa obat antibiotik adalah sumber daya.

Mukta berpendapat penanganan AMR sejauh ini hanya menjadi prioritas bagi sektor kesehatan. "AMR ini adalah isu untuk sektor peternakan, niaga, jasa, hingga peraturan. Saya mau mendukung AMR menjadi masalah untuk semua orang," kata Mukta.

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...