Menkes: Pasien Ginjal Akut Bisa Capai 5 Kali Lipat atau 1.000 orang
Kementerian Kesehatan atau Kemenkes memproyeksikan pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal atau GGAPA mencapai lima kali lipat dari jumlah yang diketahui saat ini. Perkiraannya jumlah pasien gagal ginjal akut mencapai lebih dari 1.000 orang sampai saat ini.
Hingga 18 Oktober 2022, total pasien gagal ginjal akut mencapai 206 orang, mayoritas di bawah umur lima tahun atau balita. Adapun kematian pasien mencapai 48% atau sebanyak 99 orang.
"Yang tidak terdeteksi bisa 3-5 kali lipat dari itu. Ini yang terdeteksi di rumah sakit sekitar 30-40 orang per bulan dan naik terus kasusnya," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual, Jumat (21/10).
Budi mengatakan pemerintah telah mengambil langkah preventif dalam menangani pasien ginjal akut yakni mengimbau masyarakat untuk sementara tidak mengonsumsi semua jenis obat berbentuk cair maupun sirop. Langkah tersebut dapat mengurangi konsumsi obat-obatan dengan risiko tinggi di masyarakat.
Budi mencatat jumlah pasien ginjal akut selama Oktober mencapai 75 orang. Jumlah ini hampir mendekati kasus per September 2022 sebanyak 78 orang.
Budi mengatakan Kemenkes mendapatkan peringatan tentang lonjakan pasien ginjal akut per Agustus 2022. Ketika itu jumlah pasien mencapai 36 orang. Budi menilai hal tersebut menjadi peringatan lantaran pasien gagal ginjal per bulan umumnya hanya 1-2 pasien.
Pada September 2022, Budi menduga pasien ginjal akut disebabkan oleh patogen, seperti virus, bakteri, atau parasit. Hal tersebut disebabkan penyakit serupa di Haiti juga disebabkan oleh patogen.
Namun, arah penelitian berubah pada akhir September 2022 saat Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menemukan kasus ginjal akut di Gambia, Afrika yang disebabkan oleh tiga jenis zat kimia di beberapa obat-obatan.
Oleh karena itu, Budi telah menginstruksikan tenaga kesehatan untuk menginvestigasi pasien GGAPA hingga ke kediamannya masing-masing. Dari investigasi tersebut, Budi menemukan obat-obatan yang harus diwaspadai konsumsinya.
Budi menyampaikan pemerintah telah berdiskusi dengan Gabungan Pengusaha Farmasi, Ikatan Apoteker Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ahli Farmakologi, dan Ahli Toksikologi dalam menangani kasus ginjal akut. Diskusi tersebut terkait imbauan penghentian sementara konsumsi obat cair maupun sirop.
"Nanti sore kami ada pengumuman lagi berdasarkan hasil diskusi. Kemarin kami lakukan cepat untuk melindungi balita-balita. Kasihan ibu-ibu, apalagi yang punya anak pertama, kemudian anaknya harus meninggal karena ada kandungan obat yang seharusnya kami kontrol," kata Budi.
Kemarin, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang lima obat sirop dari tiga merek yang mengandung EG dan DEG. Tiga merek itu yakni Termorex, Flurin DMP, dan Unibebi (obat batuk dan flu, dan demam ).
BPOM menguji 39 bets dari 26 sirop obat dan menemukan kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman. Sesuai Farmakope, ambang batas aman cemaran EF dan DEG dalam obat sebesar 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari.
Hasil pengujian ini belum dapat mendukung kesimpulan bahwa ada keterkaitan racun EG dengan gagal ginjal akut. "Karena masih ada beberapa faktor risiko penyebab gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca Covid-19," demikian keterangan BPOM secara tertulis, Kamis (20/10).