Kasus Ginjal Akut Anak Melonjak, Indonesia Perlu Tetapkan Status KLB?
Pemerintah saat ini tengah menangani kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Hingga saat ini tercatat 206 pasien ginjal akut yang sebagian besar dari kalangan anak-anak, di antaranya 99 meninggal dunia.
Ahli wabah dari Griffith University Dicky Budiman menilai pemerintah seharusnya mengeluarkan status darurat kejadian luar biasa atau KLB terhadap gagal ginjal akut. Dia menilai penyakit ini telah memenuhi salah satu kriteria darurat KLB telah dipenuhi, yaitu peningkatan kasus secara tiba-tiba.
"GGAPA ini tentu berbahaya, apalagi sebelum diketahui penyebabnya. Selain itu, ini berbahaya sekali karena menyangkut generasi penerus kita," kata Dicky kepada Katadata.co.id, Jumat (21/10).
Dicky menilai deteksi gagal ginjala akut lebih sulit dilakukan di pulau-pulau kecil. Ia khawatir, jumlah pasien bisa lebih besar dari yang dilaporkan IDAI sekitar 200 orang hingga 20 Oktober 2021.
Dicky menjelaskan gagal ginjal akut merupakan kasus yang luar biasa mengingat tingkat kematiannya yang tinggi. IDAI menghitung tingkat kematian nasional akibat penyakit ini mencapai 48%.
Dia mengatakan, gagal ginjal merupakan penyakit yang timbul dari komunitas. Kemungkinan besar penyebabnya adalah akses obat atau kandungan kimia berbahaya yang bisa diakses publik.
Oleh karena itu, Dicky berpendapat pembukaan informasi mengenai obat-obatan mana saja yang tercemar atau terpapar etilen glikol atau dietilen glikol menjadi penting. Pasalnya, GGAPA bukan hanya berbahaya bagi anak-anak, tapi pada semua orang.
"Ini harus disampaikan secara terbuka oleh pemerintah," kata Dicky.
Di sisi lain, Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menilai penetapan gagal ginjal sebagai kondisi KLB darurat tidak akan mengubah apa-apa. Menurutnya, respon pemerintah dalam melakukan investigasi obat sudah cukup akurat.
Pandu mencatat GGAPA bukan kejadian pertama di dunia. Selain Gambia, temuan besar penyakit ini juga telah terjadi di India pada tahun lalu dan Bangladesh pada tahun sebelumnya.
Pandu mengatakan saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi kunci untuk menyelesaikan permasalahan. Ini karena dugaan penyakit ini berasal dari senyawa yang terkandung dalam obat sirop.
"BPOM harus segera mengidentifikasi, kalau itu betul-betul berasal dari obat sirop, sirop obat yang mana? Kalau itu potensi merugikan masyarakat, ya ditarik dari pasar," kata Pandu.
Sebagai informasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM telah menarik lima merek obat sirop dari pasar, yakni Termorex Sirup, Flurn DMP Sirup, Unibebi Coguh Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops.