GP Farmasi Bantah Dugaan Pelarut dari India Penyebab Gagal Ginjal Akut
Pemerintah menduga penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal atau GGAPA adalah pencair yang berada dalam obat sirop. Adapun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya menyoroti obat sirop asal India yang menjadi penyebab gagal ginjal akut di Gambia.
Sedangkan Indonesia juga mengimpor bahan pelarut tersebut dari India. Hal ini mendorong munculnya spekulasi kemungkinan pelarut impor dari India sebagai biang keladi gagal ginjal akut.
Meski demikian, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia atau GPFI mendorong agar tidak membuat asumsi yang tidak berdasarkan fakta. Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi mengatakan produsen obat di dalam negeri memiliki beberapa sumber pasokan solvent selain India.
Selain itu, Elfiano menyampaikan perubahan solven pada obat sirop harus melalui dilaporkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Asumsi itu tidak bisa jadi dasar kalau berbicara tentang obat, harus pakai evidence based," kata Elfiano kepada Katadata.co.id, Rabu (26/10).
Adapun, pelarut yang dimaksud Elfiano adalah Propilen Glikol (PG) dan Polietilen Glikol (PEG). Menurutnya, beberapa negara pemasok kedua zat kimia tersebut ke dalam negeri adalah Jerman, Jepang, China, dan India.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, India menjadi pemasok PG dan PEG dengan volume cukup besar ke Indonesia pada 2021. Tahun lalu, India memasok 55.586 ton PG dan PEG ke dalam negeri atau 2,1% dari total volume impor.
Adapun, Amerika Serikat tercatat menjadi pemasok utama PG dan PEG di dalam negeri dengan kontribusi setidaknya 60% dari total impor. Pada tahun ini, total impor PG dan PEG dari Negeri Paman Sam diproyeksikan mencapai 2,01 juta ton atau 77,3% dari total impor.
Sementara itu, PG dan PEG dari India diramalkan tidak masuk dalam 10 besar daftar negara pemasok terbesar hingga akhir 2022. Malaysia diperkirakan menjadi pemasok PG dan PEG terendah pada tahun ini, yakni 1.203 ton atau kurang dari 0,1% dari total impor.
Di sisi lain, Elfiano mengatakan perubahan solvent dalam produksi obat merupakan langkah yang tidak mudah. Pasalnya, produsen harus menyesuaikan kandungan seluruh bahan aktif dalam obat untuk menyesuaikan dengan solvent baru.
Sebagai informasi, BPOM menemukan PG dan PEG dapat menimbulkan cemaran zat berbahaya saat digunakan untuk mencairkan obat. Zat yang dimaksud adalah Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Dengan demikian, BPOM menetapkan batas maksimum EG dan DEG dalam obat adalah 0,5 miligram (mg). Elfiano menyampaikan obat-obatan yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat tersebut. Pasalnya, produsen obat harus melalui beberapa tahapan yang disyaratkan oleh BPOM sebelum dipasarkan.