Komnas HAM Desak RKUHP Hapus Pasal Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM mendesak agar tindak pidana khusus yakni genosida dan kejahatan kemanusiaan dihapus dari draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP). Rencananya draft RKUHP itu akan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dalam sidang paripurna hari ini Selasa (6/12).
"Dikhawatirkan menjadi penghalang adanya penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif," kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/12).
Anike menjelaskan desakan oleh Komnas HAM itu dikarenakan adanya asas dan ketentuan yang tidak sejalan dengan karakteristik khusus genosida dan kejahatan kemanusiaan. Selain meminta genosida dan kejahatan kemanusiaan dihapus dari Rancangan KUHP versi terbaru Komnas HAM juga mendesak agar pihak terkait segera memperbaiki pasal-pasal yang berpotensi terjadinya diskriminasi, dan pelanggaran HAM.
Menurut Atnike sejumlah pasal yang berpotensi melanggengkan diskriminasi adalah ketentuan dalam Pasal 300 tentang hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, pasal 465, 466, dan 467 tentang aborsi agar tidak mendiskriminasi perempuan. Ia juga menyebut potensi masalah adalah pada tindak pidana penghinaan kehormatan atau martabat presiden dan wakil presiden yang terdapat dalam Pasal 218, 219, 220 RKUHP.
Atnike juga mengatakan pasal lain yang berpotensi bermasalah adalah tindak pidana penyiaran atau penyebaran berita atau pemberitahuan palsu yang terdapat di rancangan pasal 263 dan 264. Selain itu juga ada soal penghinaan kekuasaan publik dan lembaga negara yang terdapat dalam rancangan pasal 349-350.
Menurut Atnike, pasal-pasal yang ada berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya. Hal itu sebagaimana dijamin pasal 28 e UUD 1945 dan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Selain itu, kata dia, DPR dan pemerintah harus tetap mendengarkan dan mempertimbangkan masukan publik terhadap Rancangan KUHP. Hal itu diperlukan untuk memastikan perubahan serta perbaikan sistem hukum pidana berada dalam koridor penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Selain itu ia menilai desakan dan masukan bisa membuka ruang diskusi lebih lanjut agar menghasilkan Rancangan KUHP yang baik tanpa melanggar HAM.