Dampak Kurangnya Jumlah Dokter Spesialis di RI, Ribuan Bayi Meninggal
Kurangnya jumlah dokter spesialis masih menjadi masalah di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan hal tersebut berdampak pada ribuan anak bayi yang mengalami kelainan jantung meninggal.
Budi mengatakan jumlah rumah sakit yang dapat melayani penyakit jantung di dalam negeri cukup minim. Padahal, 10% atau 48.000 bayi yang lahir di dalam negeri memiliki kelainan jantung. Sementara itu, 25% dari jumlah bayi tersebut atau sekitar 12.500 merupakan penyakit jantung bawaan.
Dengan kata lain, sebanyak 12.500 bayi yang lahir setiap tahunnya harus mendapatkan layanan operasi jantung selambatnya 1 tahun setelah lahir. Minimnya jumlah layanan jantung anak di dalam negeri membuat hanya 5.000 bayi yang bisa mendapatkan layanan tersebut.
"Tidak ada dokter spesialis yang cukup untuk melakukan operasi jantung bayi," kata Budi dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/1).
Budi mendata total rumah sakit yang dapat melakukan operasi bedah jantung anak di dalam negeri hanya delapan unit, sebanyak lima unit berada di Pulau Jawa. DKI Jakarta memiliki dua rumah sakit dengan layanan bedah jantung anak, yakni RSUP dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUP Jantung Harapan Kita.
Minimnya jumlah layanan dan tingginya kasus bedah jantung anak membuat waktu antrean menjadi panjang. Waktu antrean terpendek ada di RSUD Kariadi, Jawa Tengah atau selama 4 bulan, sedangkan yang terlama ada di RSUP Jantung Harapan Kita yang mencapai 3 tahun.
Selain jumlah rumah sakit, Budi menilai tingginya jumlah kematian bayi juga disebabkan oleh kurangnya dokter spesialis bedah jantung di dalam negeri. Budi mendata industri kesehatan nasional per 2022 membutuhkan dokter spesialis ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 1.282 orang. Sementara itu jumlah dokter spesialis ilmu kesehatan anak sebanyak 3.662 orang.
Ia mengatakan butuh waktu 11 tahun untuk memenuhi kebutuhan dokter spesialis jantung dan 26 tahun untuk dokter spesialis anak. Pasalnya, jumlah dokter spesialis jantung hanya bisa bertambah 180 orang setiap tahun, sementara untuk dokter spesialis anak sejumlah 259 orang.
Makanya, Budi akan meningkatkan kuota mahasiswa dokter spesialis terhadap dosen dari 3:1 menjadi 5:1 dengan menerapkan Academic-Based Health System. Secara sederhana, sistem pendidikan tersebut menggabungkan pendidikan berbasis sekolah dan berbasis rumah sakit.
Dengan demikian, kebutuhan dokter spesialis jantung pada 2022 dapat dipenuhi pada 2027. Sementara itu kebutuhan dokter spesialis anak tercapai pada 2030.
Budi mengatakan penerapan Academic-Based Health System penting lantaran dokter spesialis hanya dapat lulus dari 20 Fakultas Kedokteran dari total 92 Fakultas Kedokteran di dalam negeri. Sementara itu, total rumah sakit di dalam negeri mencapai 3.000 unit.
"Kita perlu mengubah sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia mengikuti best practices di seluruh dunia," katanya.