Jaksa Tolak Nota Pembelaan Eliezer, Sebut Pengacara Salah Tafsir
Jaksa penuntut umum (JPU) menolak nota pembelaan atau pledoi yang dibacakan penasihat hukum Richard Eliezer atau Bharada E pada sidang pekan lalu. Dalam tanggapannya, jaksa menyebut pengacara tidak memiliki dasar yuridis yang kuat untuk menggugurkan putusan penuntut umum terhadap kliennya dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Apakah terdakwa Richard Eliezer dapat dilepaskan dari pertanggungjawaban karena aspek psikologis? Jawabannya tentu tidak," kata JPU dalam persidangan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (30/1).
Jaksa menilai, penasihat hukum Richard keliru menafsirkan perbuatan mantan anak buah Ferdy Sambo tersebut dapat dihapus dengan alasan pertimbangan aspek kesalahan psikologis. Menurut JPU, pada perkara pembunuhan Brigadir J, Richard bertindak atas dasar tersendiri.
Jaksa menyebut Eliezer menembak Brigadir J bukan karena rasa takut terhadap mantan atasannya Ferdy Sambo. JPU justru menilai penembakan dilakukan oleh Eliezer didasarkan pada loyalitasnya sebagai orang yang ikut dalam peristiwa tersebut.
"Dan apakah karena ikut dengan saksi Ferdy Sambo dapat dibenarkan untuk melaksanakan permintaan saksi Ferdy Sambo yang tidak sah atau melawan hukum? Jawabannya tentu tidak dapat dibenarkan," kata JPU.
Berdasarkan hal tersebut, JPU memohon pada majelis hakim yang menangani perkara tersebut untuk menolak seluruh pledoi atau nota pembelaan yang disampaikan penasihat hukum Richard. Jaksa meminta hakim menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan yang disampaikan JPU pada persidangan Rabu (18/1) lalu.
Majelis hakim kemudian memberikan kesempatan kepada pihak Richard untuk memberikan tanggapannya atas replik. Sidang lanjutan berisi jawaban atas tanggapan jaksa atas pledoi akan dilakukan pada Kamis (2/2) mendatang.
Pada perkara tersebut, Richard yang bertindak sebagai eksekutor dituntut 12 tahun kurungan penjara oleh JPU. Sedangkan tiga terdakwa lain yaitu Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf dituntut 8 tahun penjara. Sedangkan Ferdy Sambo dituntut dengan pidana penjara seumur hidup.