Bawaslu: Putusan Pengadilan Tak Bisa Jadi Dasar Pemilu Ditunda
Anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Puadi menilai penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak mungkin dilakukan hanya berdasarkan pada amar putusan pengadilan negeri. Menurut Puadi perlu ada alasan yang lebih kuat dari sekadar gugatan partai untuk bisa menunda pemilu.
Menurut Puadi, penundaan pemilu hanya dapat dilakukan jika ada perubahan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Ia menyebut putusan perdata tidak memiliki sifat erga omnes, yakni berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 juga telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dilakukan setiap lima tahun sekali,” ujar Puadi, Jumat (3/3).
Selain adanya amanat Undang-undang, Puadi mengatakan pelaksanaan Pemilu juga telah diatur dalam Pasal 167 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain itu, pemilu di Indonesia tidak mengenal adanya penundaan pemilu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu.
"Yang ada dalam UU Pemilu, hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan," ujar Puadi.
Di sisi lain, Puadi menyampaikan Bawaslu secara mendalam sedang melakukan kajian atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu. Badan pengawas ingin memastikan implikasi dari putusan terhadap kinerja Bawaslu.
Sebelumnya pada Kamis (2/3), Majelis Hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024. Putusan hakim meminta KPU melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan yang adil. Pengadilan meminta KPU memperbaiki ketidakcermatan, ketidaktelitian, dan ketidakprofesionalan dalam penyelenggaraan pemilu.
Selain itu, majelis hakim juga menyatakan fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan oleh faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana. Hal tersebut terjadi saat Partai Prima mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol yang mengalami error pada sistem.
Kejadian Luar Biasa
Akademisi dari Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung Fathul Mu’in mengatakan penundaan pemilu hanya bisa dilakukan saat situasi negara dalam kondisi luar biasa.Beberapa kondisi yang memungkinkan adalah bencana alam, atau perang.
Menurut Fathul putusan hakim PN Jakarta Pusat terkait penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 sangat tidak masuk akal. Putusan itu juga dinilai melampaui kewenangan hakim sehingga putusannya tidak perlu dilaksanakan.
“Putusan hakim sangat aneh dan di luar kewajaran, karena tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu, serta putusannya pun tidak punya dasar sehingga tidak bisa dilaksanakan," ujar Fathul. .
Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Lampung tersebut juga menjelaskan dalam skema penegakan hukum pemilu di Indonesia, penyelesaian sengketa masalah verifikasi partai politik tidak melalui pengadilan negeri. Penyelesaian sengketa pemilu dapat ditetapkan di Bawaslu atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).