DPR Soroti Profesionalitas KPU Usai DKPP Sanksi Keras Hasyim Asy’ari
Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Doli Kurnia menyoroti profesionalitas Komisi Pemilihan Umum usai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjatuhkan sanksi keras pada ketua KPU Hasyim Asy’ari. Doli menyebut KPU harus lebih berhati-hati menyiapkan tahapan pemilu.
"Ini peringatan buat semua teman-teman penyelenggara untuk harus lebih fokus pada persiapan penyelenggara pemilu. Tidak ngurusin yang lain," kata Doli di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4).
Menurut Doli sanksi peringatan keras yang dijatuhkan DKPP merupakan pelajaran berharga yang perlu jadi catatan. Seluruh komisioner KPU perlu lebih cermat dalam menjalankan tugas agar terhindar dari sanksi lanjutan.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu mengingatkan penyelenggara pemilu untuk senantiasa menunjukkan profesionalitas dan integritas dalam berbagai hal. Tidak hanya dalam berperilaku dan bertindak tetapi juga dalam berkomentar.
"Karena mereka ini bukan seorang pribadi yang ngurusin pribadi apa. Ini mengurusi nasib bangsa Indonesia. Ini tergantung mereka apabila ini bagus apa tidak. Jadi, semua sorotan sekarang mereka akan menjadi perhatian," ujar Doli.
Ia mengemukakan bahwa penyelenggara pemilu yang berkualitas mampu menghadirkan pemilu yang makin baik dan berkualitas pula. Dengan begitu akan lahir pemerintahan yang kuat dengan partisipasi aktif masyarakat.
"Pemilu itu adalah sebagai vehicle atau kendaraan, atau media untuk mengantarkan bangsa ini pada situasi yang lebih baik, yang lebih maju, yang lebih berkembang," tutur Doli lagi.
Sebelumnya pada Senin (3/4) DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari. Putusan itu dibuat untuk perkara etik atas pertemuan dan perjalanan ke DI Yogyakarta bersama Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni.
Sanksi terhadap Hasyim termuat dalam putusan untuk Nomor perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan Perkara Nomor 39-PKE-DKPP/II/2023. Dalam kesimpulannya, DKPP menilai Hasyim selaku pihak teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Perkara diadukan oleh mahasiswa Perkumpulan Pemuda Keadilan Dendi Budiman. Dalam perkara tersebut, Hasyim dinyatakan terbukti melakukan pertemuan dengan Hasnaeni yang berstatus sebagai ketua umum partai. Selain itu Hasyim juga dikenakan sanksi atas perkara dugaan pelecehan seksual terhadap Hasnaeni.
Meskipun tidak terbukti melakukan pelecehan seksual, terdapat fakta lain yang terungkap di persidangan. DKPP menemukan Hasyim terbukti aktif berkomunikasi melalui percakapan WhatsApp dengan Hasnaeni. Keduanya intensif berbagi kabar setiap hari di luar kepentingan kepemiluan.
Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo menyampaikan percakapan antara Hasyim dan Hasnaeni menunjukkan adanya kedekatan secara pribadi. Komunikasi keduanya dinilai bukan percakapan Ketua KPU dan ketua parpol yang berkaitan dengan kepentingan kepemiluan.
"Bahwa berdasarkan uraian itu, DKPP menilai tindakan teradu sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu," kata Ratna.
Potensi Pemberhentian
Jatuhnya sanksi peringatan keras pada Hasyim juga dinilai perlu menjadi perhatian serius KPU. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan Hasyim perlu benar-benar memperhatikan etika di masa akan datang.
Titi menyebut akan ada dua kemungkinan bila Hasyim melanggar etika lagi. Pertama Hasyim bisa diberhentikan dari jabatan Ketua, atau kedua, diberhentikan tetap dari jabatan anggota KPU.
"Bergantung pada pelanggaran yang dilakukan," ujar Titi.
Titi menjelaskan langgam putusan DKPP selama ini mengenal pemberhentian bukan hanya dari keanggotaan KPU. Putusan DKPP juga bisa pemberhentian dari jabatan struktural yang dipegang. Misalnya pada 2019 Ilham Saputra diberhentikan dari jabatan ketua divisi teknis KPU.
Oleh karena itu, Titi mengingatkan agar Hasyim harus menjaga sikap dan perilakunya agar tak kembali tergelincir dalam pelanggaran etik. Hal itu diperlukan agar tidak menggangu tahapan pemilu yang sedang berjalan.