Temuan BPOM: 1,1% Sampel Takjil Mengandung Bahan Berbahaya

Andi M. Arief
17 April 2023, 14:00
takjil, bpom, pangan
ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.
Petugas Dinas Kesehatan besama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengamati tabung reaksi saat melakukan uji kelayakan makanan di pasar takjil, Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (31/3/2023).

Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengawasi pangan berbentuk takjil selama Ramadan 2023. Dari 8.600 sampel yang diperiksa, mereka menemukan pelanggaran pada 1,1% dari total produk.

Pelanggaran yang dimaksud adalah campuran zat berbahaya, seperti formalin dan boraks. Namun, BPIM tak menjelaskan lebih lanjut kandungan tersebut terkandung dalam takjil seperti apa.

"Itu dari sampel pengujian," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam konferensi pers virtual, Senin (17/4).

Penny mengatakan kasus pelanggaran pangan olahan mendekati Lebaran 2023 terus menurun. Pada saat yang sama, regulator memperluas cakupan pengawasan hingga 33,3% secara tahunan.

Secara rinci, jumlah pelanggaran pada masa pengawasan menyambut Hari Raya Idul Fitri tahun ini turun 21,2%. Selain itu, pelanggaran pada pangan berupa takjil turun 7,3%.

BPOM telah melakukan pengawasan intensif sejak 13 Maret 2023 terhadap pangan olahan. Pengawasan tersebut dibagi menjadi enam tahap akan berakhir pada 19 April 2023.

Pada pengawasan keempat per 6 April 2023, Penny menemukan 28 persen pangan olahan yang melanggar ketentuan. Pemeriksaan tersebut dilakukan di 2.600 sarana peredaran, yakni 13 gudang importir, 11 gudang e-commerce, 330 gudang distributor, dan 2.200 lebih sarana ritel.

"Dari 28% tersebut umumnya ditemukan di sarana ritel, di lokasi yang lain presentasinya sangat kecil," kata Penny 

Penny mencatat pelanggaran yang dimaksud adalah melewati masa kadaluarsa, produk rusak, diproduksi di sarana ilegal, hingga tidak memiliki nomor izin edar. Mayoritas pelanggaran ditemukan di daerah timur Indonesia, perbatasan, dan kepulauan, seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Sementara itu, nilai pelanggaran terbesar terjadi pada produk pangan yang tidak memiliki nomor izin edar. Penny mencatat nilai seluruh produk tersebut mencapai Rp 47,9 miliar, baik yang dijual secara daring maupun luring.

Penny menyampaikan program pengawasan intensif tersebut telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan asosiasi e-commerce. Tujuan kerja sama tersebut adalah pembinaan dan bimbingan pada pelaku pelanggaran pangan olahan.


Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...