Suhu Air Laut Sentuh Rekor Tertinggi, Dampak El Nino Mengkhawatirkan
Para ilmuwan mendeteksi anomali suhu permukaan laut yang kian memanas hingga mencapai rekor baru. Ini memicu kekhawatiran baru bahwa krisis iklim akan datang lebih cepat dari yang diperkirakan.
Seperti dilansir dari The Guardian, pantauan satelit US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menunjukkan suhu permukaan air laut mencapai 21,1 derajat celcius. Ini merupakan rekor tertinggi bahkan sejak 1981.
Peneliti British Antarctic Survey, Mike Meredith mengatakan dunia akan mengalami El Nino, fenomena pemanasan suhu air laut di Samudra Pasifik yang akan mempengaruhi iklim global. Namun, hingga saat ini siklus El Nino belum terbentuk sehingga suhu tinggi yang dideteksi oleh NOAA tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
“Ini membuat para ilmuwan kebingungan. Fakta bahwa itu semakin memanas adalah kejutan yang nyata dan sangat memprihatinkan,” kata Meredith.
Pemanasan suhu permukaan laut patut menjadi perhatian karena sejumlah alasan. Pertama, air laut yang menghangat akan mempercepat lapisan es di kutub. Selain itu, hal tersebut juga akan mempengaruhi ekosistem dan biodiversitas di lautan. Salah satunya bisa menyebabkan terumbu karang mengalami pemutihan atau bleaching.
Pada Rabu (26/4), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah mewanti-wanti semua pihak untuk bersiap menghadapi El Nino yang diprediksi akan terjadi pada Agustus tahun ini.
Luhut menyebut berdasarkan pengalaman tahun 2015 yang terjadi di Indonesia, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas serta kebakaran hutan dan lahan. Hal ini akan berdampak pada turunnya produksi pertanian dan pertambangan hingga kontribusinya terhadap inflasi.
“Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino,” katanya dalam unggahan di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan.
Luhut mengungkapkan suhu di beberapa daerah belakangan terasa begitu tinggi. Hal ini sejalan dengan prediksi berbagai lembaga bahwa fenomena iklim basah La Nina yang terjadi tiga tahun terakhir akan segera berakhir. Sebagai gantinya, El Nino akan membawa suhu menjadi tinggi sehingga membuat cuaca menjadi lebih kering.
“Dari pemodelan cuaca yang kami dapatkan El Nino diprediksi akan terjadi pada Agustus 2023 meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi,” kata Luhut.
Luhut pun menyebut dampak luas El Nino terhadap inflasi Indonesia karena besarnya kontribusi inflasi pangan terhadap inflasi keseluruhan. Hal ini terjadi karena diperkirakan 41% lahan padi mengalami kekeringan ekstrim di tahun tersebut.
Selain mempengaruhi pangan, lembaga nirlaba Pantau Gambut juga menyebut El Nino akan meningkatkan risiko karhutla semakin tinggi di tahun ini. Studi Pantau Gambut menunjukkan sekitar 16,4 juta hektare area gambut di Indonesia rentan terbakar di 2023.
Peneliti dan Analis Data Pantau Gambut, Almi Ramadhi mengatakan sekitar 3,8 juta hektare di antaranya bahkan masuk kategori kerentanan tinggi (high risk), sedangkan 12,6 juta lainnya masuk kategori medium.