Lemhannas Siapkan Pertahanan Cegah Maraknya Hoaks Jelang Tahun Politik

Andi M. Arief
4 Mei 2023, 14:58
hoaks, lemhannas, berita bohong
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Calon Presiden Joko Widodo berorasi dalam acara Parahyangan Bersatu yang juga menjadi ajang silaturahmi dengan tokoh masyarakat dan relawan Balad Jokowi di Aula Villa Istana Bunga, Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (10/3/2019).

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menemukan kecenderungan ledakan disinformasi mendekati Pemilihan Umum pada 2018. Hal tersebut dinilai berbahaya lantaran indeks keberadaban digital nasional merupakan terendah secara global.

Microsoft Digital Civility Index pada 2020 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke-29 dari 31 negara yang diteliti. Nilai keberadaban digital Indonesia mendapatkan nilai 1 dari skala 1-5.

Pada saat yang sama, Andi memproyeksikan pengguna layanan daring di dalam negeri tahun ini menembus 200 juta orang atau naik 1,7% dari tahun lalu. Oleh karena itu, ia menilai disinformasi menuju Pemilu 2024 tidak bisa dihindari.

Andi mengatakan disinformasi tersebut umumnya menyerang pemerintah dan kandidat dalam Pemilu. Oleh karena itu, Lemhannas telah merancang situasi saat negara harus menyatakan status Siaga 1 karena suhu politik meningkat menjelang kampanye Pemilu 204.

"Kami mengenal tiga bentuk distrupsi, yakni misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Bisa dilihat bahwa ketiganya ditujukan atau disebarkan secara sengara untuk menciptakan kegaduhan," kata Andi dalam agenda Menangkal Disinformasi Di Tahun Politik yang digelar Katadata Indonesia, Kamis (4/5).

Andi mendata penyebaran hoaks memuncak pada masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah serentak dan Pemilihan Presiden pada 2018. Pada dua momen tersebut,  lebih dari 60% hoaks terkait bidang politik.

Ia menjelaskan, periode kampanye menjadi titik rawan bagi penyebaran disrupsi informasi atau hoaks. Sepanjang 2018, Andi menemukan 40% hoaks menyerang pemerintah, sementara 50% menyerang calon presiden dan calon wakil presiden.

Andi menilai meluasnya disinformasi tidak dapat diselesaikan dengan cepat lantaran tingkat keberadaban digital nasional sangat rendah. Oleh karena itu,  perlu perbaikan dengan meningkatkan angka keberadaban digital. 

"Ini PR bersama yang harus kita cari solusinya dan solusi paling langsung adalah meningkatkan literasi digital," kata Andi.

Di kesempatan yang sama, Presidium Komite Litban Masyarakat Anti Fitnah Indonesia Loina Lalolo Krina Perangin-angin mendata jumlah hoaks telah naik secara signifikan sejak 2018. Loina menjelaskan pihaknya mendata hoaks tersebut dari 43 platform daring yang digunakan di dalam negeri.

Loina mendata jumlah hoaks pada 2018 mencapai 60-80 hoaks per bulan. Angka tersebut naik menjadi 110 hoaks per bulan pada 2019.

Loina menilai pandemi Covid-19 membuat jumlah hoaks per bulan naik menjadi 200 hoaks atau 2.300 hoaks pada 2020. Adapun, 50% dari berita bohong tersebut merupakan informasi terkait kesehatan.

Sementara itu, jumlah hoaks pada 2022 telah mencapai 1.700 hoaks. Namun tema hoaks yang tersebar di dunia maya bergeser dari kesehatan menjadi politik.

Pada Januari-Maret 2023, Loina menyampaikan jumlah hoaks di dunia maya telah mencapai 700 hoaks. Menurutnya, 70% hoaks tersebut merupakan hoaks politik.

Akan tetapi, Loina mengatakan jumlah tersebut merupakan sebagian kecil dari yang dapat ditemukan. Ia menduga sebagian hoaks dapat tersebar pada grup-grup yang bersifat privat di platform tersebut.

Loina mendata platform teratas dengan penyebaran hoaks tertinggi adalah Facebook sejak 2018. Peringkat kedua dan ketiga selalu berganti setiap tahunnya antara Twitter dan Instagram.

Pada 2022, Loina memperhatikan ada platform daring baru dengan pertumbuhan jumlah penyebaran hoaks, yakni Tiktok. Loina mendata Tiktok menampung 7 persen hoaks dari total hoaks di dalam negeri.

Di sisi lain, Loina menemukan mayoritas atau 70 persen hoaks di dalam negeri cukup berbahaya. Pasalnya, hoaks tersebut sulit disaring dari informasi asli yang bersifat menyesatkan dan dibuat dengan sengaja.

"Hoaks itu enggak kelihatan banget, tapi sebetulnya terasa. Ittu paling banyak, sekitar 70% dan ada kecenderungan motif disengaja," kata Loina.

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...