Soroti RUU TNI, Purnawirawan Tak Ingin TNI Mudah Dapat Jabatan Sipil
Purnawirawan TNI dan Polri hadir ke Istana Kepresidenan untuk bertemu Presiden Joko Widodo hari ini. Dalam pertemuan itu, mereka menyampaikan sikap netral dalam Pemilihan Presiden serta berharap adanya kesejahteraan bagi para pensiunan militer.
Meski demikian, para purnawirawan juga menolak adanya aturan anggota TNI menduduki jabatan sipil dengan mudah. Aturan tersebut termaktub dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI.
Ketua Umum Pengurus Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri Agum Gumelar mengatakan aturan tersebut bisa memunculkan lagi dwifungsi dalam tubuh TNI.
Agum menyampaikan dwifungsi adalah penambahan peran sosial-politik kepada TNI maupun Polri. Hal ini disebutnya pangkal kemarahan masyarakat kepada TNI sebelum masa reformasi.
Agum mengatakan TNI dapat mengerjakan tugas jabatan sosial. Namun hal tersebut harus melalui permintaan secara formal kepada TNI.
"Tetapi memang suatu ketika permintaan ini direkayasa, itu yang salah," kata Agum di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/5).
Agum menilai penugasan kepada anggota TNI untuk menduduki jabatan sipil merupakan salah satu wujud karya militer. Akan tetapi, ia menekankan apakah anggota TNI dapat memenuhi jabatan tersebut atau tidak.
Selain itu, Agum menjelaskan permintaan penugasan jabatan sosial tersebut melalui beberapa tingkatan birokrasi. "Tanpa permintaan tidak ada tugas karya. Jelas ya," kata Agum.
Sebagai informasi, Pasal 47 Ayat 2 UU TNI mengatur prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan di 10 kementerian dan lembaga. Sementara itu, Draf RUU TNI mengubah pasal tersebut dari 10 menjadi 18 kementerian dan lembaga, selain kementerian lain yang membutuhkan.
TNI belum lama ini mencoba merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 belum lama ini. Percobaan yang sama dilakukan pada awal 2019 oleh DPR. PSedangkan perubahan beleid tersebut telah masuk dalam Daftar Prioritas Legislasi Nasional 2020-2024.
Dikutip dari laman resmi DPR, Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan rencana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih sebatas rencana yang digodok oleh tim khusus Mabes TNI. Ia menilai revisi UU tersebut membutuhkan waktu yang panjang sebelum disahkan.
"SSalurannya ke panja pemerintah yang di dalamnya ada Menhan, Menkumham dan lainnya," ujar Hasanuddin dalam keterangan resmi, Selasa (16/5).
Hasanuddin menilai setidaknya ada dua permasalahan dalam upaya revisi UU TNI. Pertama, upaya mengatur tugas, pokok, dan fungsi TNI.
Ia mengkhawatirkan pengubahan tupoksi TNI berpotensi menentang UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Menurutnya, penjabaran tupoksi TNI ada di UU Pertahanan dan menjadi tanggung jawab Menteri Pertahanan.
Kedua, pengubahan alur penganggaran TNI dari Kementerian Pertahanan. Hasanuddin menganggap akan janggal jika TNI langsung menerima anggaran dari Kementerian Keuangan.
"Jangan berpikir sektoral, sehingga jangan merubah UU hanya karena kurang koordinasi," kata Hasanuddin yang juga purnawirawan berpangkat Mayjen itu.