KPU Tunggu Putusan Resmi MK Soal Sistem Pemilu, Lanjut Sesuai Tahapan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan tidak terpengaruh dengan rumor keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi sistem pemilu. Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan KPU saat ini masih menunggu keputusan resmi.
“Sampai saat ini KPU memonitor apa yang terjadi perkembangan di media massa,” kata Ketua KPU Hasyim Asy’ari, di kawasan Jakarta Selatan, Senin (29/5).
Menurut Hasyim sebagai penyelenggara pemilu, KPU akan fokus melaksanakan pemilu sesuai ketentuan. Menurut dia, selama belum ada keputusan resmi KPU masih melaksanakan tahapan pemilu sesuai perencanaan awal yaitu dengan sistem proporsional terbuka.
“Soal apakah sudah putus atau belum, KPU pegangannya adalah nanti pada saat putusan MK dibacakan,” ujar Hasyim lagi.
Mulanya, rumor mengenai putusan MK terkait perubahan sistem pemilu diungkapkan oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Ia mengaku telah mendapat dari informasi dari seseorang yang dapat dipercaya.
Di sisi lain, Juru Bicara MK Fajar Laksono membantah ucapan Denny tersebut. Ia mengatakan, hingga kini MK masih belum pada tahap memutuskan perkara dengan Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut.
“Dibahas saja belum,” kata Fajar saat dikonfirmasi, Senin (29/5).
Fajar menuturkan, saat ini tahapan yang tengah berjalan yaitu penyerahan dokumen kesimpulan dari masing-masing pihak baik termohon dan pemohon.
Adapun, berdasarkan sidang terakhir yang digelar Selasa (23/5) lalu, para pihak akan menyerahkan kesimpulan kepada majelis hakim konstitusi paling lambat pada 31 Mei 2023 pukul 11.00 WIB, lalu hakim akan membahas dan mengambil keputusan ketika telah siap nantinya.
“Kalau putusan sudah siap, baru diagendakan sidang pengucapan putusan,” kata Fajar.
Sebelumnya MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022. Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasional Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtera. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.