Komisi IX DPR Setujui RUU Kesehatan Dibawa ke Rapat Paripurna
Komisi IX DPR menyetujui pembahasan Revisi Undang-Undang No. 36-2009 tentang Kesehatan dilanjutkan pada Rapat Paripurna. Namun dua dari sembilan fraksi yang tergabung dalam Komisi IX DPR menolak agar RUU Kesehatan dibahas pada tingkat kedua, yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Ketua Panitia Kerja RUU Kesehatan Melkiades Laka Lena melaporkan hasil pembahasan tingkat pertama membuahkan Draf RUU Kesehatan yang terdiri dari 20 bab yang berisi 458 pasal. Adapun, RUU tersebut akan menghapus 11 Undang-Undang eksisting yang mengatur tentang kesehatan di dalam negeri.
"Apakah naskah RUU Kesehatan ini disepakati untuk ditindaklanjuti pada pembicaraan tingkat dua dalam Rapat Paripurna?" tanya Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh yang dilanjutkan ketukan palu tanda setuju, Senin (19/6).
Nihayatul mengatakan pembahasan RUU Kesehatan akan dilakukan pada Rapat Paripurna yang dijadwalkan besok, Selasa (20/6). Dalam laman resmi DPR, Rapat Paripurna ke-27 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023 hanya akan membahas tiga hasil pemeriksaan oleh Badan Pengawas Keuangan.
Dalam pemaparan, Anggota Komisi IX Fraksi Partai Demokrat Aliyah Mustika Ilham memahami keperluan RUU Kesehatan yang dapat menggalakan investasi di sektor kesehatan. Namun Aliyah menilai RUU Kesehatan tersebut terlalu berorientasi pada investasi dan bisnis, tidak kesehatan masyarakat.
Pasalnya, kata Aliyah, Draf RUU Kesehatan tersebut menghilangkan pengeluaran wajib negara atau mandatory spending bidang kesehatan. Seperti diketahui, pemerintah wajib mengalokasikan 5 persen dari total anggaran negara untuk kebutuhan kesehatan.
Selain itu, Aliyah menilai pembahasan Draf RUU Kesehatan yang akan dibawa ke Rapat Paripurna terlalu cepat. Pasalnya, beleid tersebut menghilangkan dan merangkum 11 undang-undang tentang kesehatan.
"Proses penyusunan RUU Kesehatan kurang memberikan ruang dan waktu pembahasan yang panjang, sehingga terkesan terburu-buru. Jika ada ruang dan waktu yang lebih panjang, kami meyakini RUU ini dapat lebih komprehensif, holistik, berbobot, dan berkualitas," kata Aliyah.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Netty Prasetiyani berpendapat mandatory spending menjadi penting dimasukkan dalam RUU Kesehatan. Menurutnya, hal tersebut dapat menjamin pelayanan kesehatan di dalam negeri, khususnya bagi masyarakat miskin.
Di sisi lain, Netty mengatakan pengesahan RUU Kesehatan menjadi Undang-Undang akan berimplikasi buruk bagi proses legislasi masa depan. Pasalnya, Draf RUU Kesehatan tersebut memiliki kejanggalan dalam hukum.
Netty menjelaskan Draf RUU Kesehatan mengatur sebagian peraturan pemerintah atau peraturan di bawah Undang-Undang masih berlaku walaupun 11 Undang-Undang tentang kesehatan yang jadi acuan telah dihapuskan dengan pengesahan RUU Kesehatan tersebut.
"Untuk Undang-Undang yang menghapus dan mengeliminasi 11 Undang-Undang, diperlukan waktu yang lebih panjang agar didapatkan Undang-Undang yang berkualitas serta kaya dari masukan semua pihak," kata Netty.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan semua masukan dari semua pihak telah diterima dan diperimbangkan dnegna cermat. Oleh karena itu, Budi menganggap Draf RUU Kesehatan akan menjadi kompas bagi transformasi sistem kesehatan nasional.
Budi berpendapat Draf RUU Kesehatan tersebut akan memberikan layanan kesehatan terbaik bagi seluruh masyarakat. Akan tetapi, Budi menekankan perlu adanya kerja sama semua pihak untuk menerapkan beleid tersebut.
"Salus populi suprema lex esto. Keselamatan dan kesehatan rakyat merupakan bentuk hukum tertinggi," kata Budi.