Presiden Jokowi Perintahkan Menkominfo Bentuk Satgas Perlindungan UMKM
Pemerintah bakal membentuk satuan tugas (satgas) Percepatan Perlindungan UMKM. Satgas ini dibentuk seiring maraknya social commerce dari pelbagai platform asing, salah satunya Project S dari TikTok.
Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan satgas akan dibentuk menjelang peringatan Hari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Nasional yang jatuh pada pada 12 Agustus mendatang. Satgas merupakan terobosan di tengah mandeknya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
“Pembentukan Satgas Percepatan Perlindungan UMKM merupakan amanat Presiden Joko Widodo untuk melindungi UMKM,” ujar Budi Arie dalam keterangan resmi yang dikutip, Minggu (23/7).
Ia menjelaskan kehadiran project S TikTok yang merupakan penggabungan social media dan platform belanja online berpotensi mengancam kelangsungan dan pertumbuhan ekonomi UMKM di Indonesia. Adapun Project S yang dijalankan melalui TikTok Shop bertujuan untuk memperbesar cakupan bisnis TikTok di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Sejumlah kalangan menilai Project S yang dikembangkan TikTok berpotensi merugikan negara. Alasannya TikTok akan menggunakan data mengenai produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di Cina.
“Terus terang memang kemajuan teknologi ini memerlukan cara berpikir baru untuk mengatasinya,” ungkap Budi.
Satgas Percepatan Perlindungan UMKM bentukan Kementerian Kominfo ini akan melibatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), serta lembaga lainnya yang turut berkepentingan mengurusi UMKM. Menurut Budi, sinergi ini akan membantu penemuan solusi yang tepat.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Gadjah Mada Eddy Junarsin menilai Permendag 50/2020 yang tak kunjung direvisi dapat menjadi pukulan telak bagi UMKM. Pasalnya, platform e-commerce dan social commerce asing cukup agresif menjadikan Indonesia sebagai target utama pasar.
Laporan Momentum Works mengungkapkan, pada 2022 konsumen Indonesia menghabiskan US$ 52 miliar atau sekitar Rp 777 triliun untuk berbelanja online. Jumlah itu lebih dari separuh nilai belanja online konsumen di Asia Tenggara yang mencapai US$ 99,5 miliar, atau sekitar Rp 1.487 triliun.
Eddy menjelaskan pemerintah perlu tegas membatasi transaksi melalui social commerce hanya untuk produk dengan harga tertentu. Misalnya, ditetapkan harga per produk yang dapat diperdagangkan minimal berharga US$ 100. Dengan demikian, produk-produk yang bisa diperjualbelikan oleh platform media sosial hanya yang diproduksi di dalam negeri, atau didominasi oleh produk UMKM lokal.