Sosialisasi Parpol di Luar Masa Kampanye Disorot, Bagaimana Aturannya?

Ira Guslina Sufa
28 Juli 2023, 16:17
Parpol di pemilu
ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/aww.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kediri Ninik Sunarmi (tengah) mengikuti Kirab Pemilu di Kediri, Jawa Timur, Minggu (18/6/2023).

Maraknya sosialisasi yang dilakukan partai politik maupun calon legislatif menjadi perhatian. Alasannya sosialisasi yang dilakukan kerap melibatkan masyarakat luas. Padahal Komisi Pemilihan Umum menetapkan masa kampanye pemilu baru akan dimulai pada 28 November 2023 mendatang. 

Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Center for Public Policy Research Arfianto Purbolaksono banyak ditemukan adanya indikasi pelanggaran dari ketentuan yang ada. Ia mencontohkan ditemukan sosialisasi partai politik melalui pemasangan spanduk, baliho hingga poster di jalan raya sebelum jadwal kampanye Pemilu 2024.

 “Bahkan banyak pula bakal calon anggota legislatif (caleg) yang mensosialisasikan diri di media sosial," ujar Arfianto dalam diskusi tentang dinamika pemilu, Kamis (27/7). 

Dia menilai maraknya sosialisasi kepada publik di luar masa kampanye menandakan lemahnya pengaturan dan pengawasan. Dia menyebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bisa melakukan pengawasan dengan lebih optimal. 

Arfianto mengatakan tidak tegasnya penegakan aturan pemilu akan membuat adanya ketidakadilan. Ia menyebut ada potensi terjadi ketimpangan antara partai politik yang memiliki sumber daya besar dan partai politik yang kurang memiliki sumber daya. 

“Sebab, ada partai yang telah memasang alat peraga cukup besar. Ada pula partai politik yang tidak memiliki logistik besar, tidak memasang alat peraga," ujar Afrianto. 

Lebih jauh ia menyebut ketentuan soal sosialisasi dan kampanye sudah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum Jelang Pemilu 2024. Namun TII menemukan terdapat  perbedaan antara kebijakan yang tertulis dengan implementasi kebijakan yang diambil oleh penyelenggara.

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menjelaskan sosialisasi tidak diakomodasi dalam PKPU sebagai tahapan pemilu. Hal inilah yang menjadi titik lemah dari aturan yang ada. Ia menyebut dalam PKPU masa-masa sebelum kampanye resmi tidak diberi nama.

Sedangkan, banyak calon peserta pemilu yang sudah melakukan kampanye, walaupun secara resmi tidak diakui. Ia menilai apabila KPU ingin mencantumkan sosialisasi sebagai salah satu tahapan pemilu harus juga diakomodasi dalam PKPU dan diatur secara jelas.

"Sangat disayangkan ada waktu yang sangat lama, namun tidak diatur. Tidak heran apabila kemudian banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di jalan,” ucap Lucius. 

Lemahnya aturan pemilu tidak hanya berkaitan dengan tidak diaturnya masa sosialisasi. Departemen Pelatihan dan Pendidikan PPUA Disabilitas​​​​​​ Mahretta Maha juga menyinggung pelibatan kelompok disabilitas. 

Ia menyebut selama ini sosialisasi pemilu yang ramah disabilitas sudah sering dilakukan oleh lembaga penyelenggara Pemilu. Namun, sayangnya belum melibatkan organisasi penyandang disabilitas. Menurut dia pelibatan kelompok disabilitas menjadi penting karena yang paling tahu tentang kelompok disabilitas adalah teman-teman disabilitas itu sendiri.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...