Permudah Penanganan Perkara, MA Rilis Aplikasi Berbasis AI
Mahkamah Agung (MA) menghadirkan lima aplikasi berbasis kecerdasan buatan. Pemanfaatan artificial intelligence atau AI ini bertujuan membantu kinerja penanganan perkara tanpa mengabaikan peran manusia.
Peluncuran aplikasi berbasis AI buatan para tenaga ahli MA itu dilakukan pada peringatan HUT ke-78 Mahkamah Agung, Jumat (18/8). Lima aplikasi yang dimaksud, yaitu Smart Majelis, Court Live Streaming, Satu Jari, Lentera 2.0, dan e-IPLANS.
Ketua Mahkamah Agung RI Syarifuddin menuturkan, kehadiran perangkat lunak ini menunjukkan komitmen menuju badan peradilan Indonesia yang agung dan modern. Hal ini diamanatkan dalam cetak biru Pembaruan Peradilan 2010-2035.
“Kami memiliki tekad dan komitmen yang kuat untuk mewujudkan modernisasi, baik di bidang teknis penanganan perkara maupun di bidang tata kelola administrasi umum,” kata Syarifuddin dalam keterangan tertulis, Senin (21/8).
Masing-masing aplikasi yang diluncurkan memiliki fungsi berbeda. Smart Majelis misalnya, berfungsi memilih majelis hakim secara otomatis. Saat memilih majelis hakim, aplikasi ini menggunakan berbagai faktor, seperti pengalaman, kompetensi, beban kerja hakim, serta jenis perkara yang akan diadili. Ini bertujuan agar hakim yang dipilih memiliki keahlian sesuai.
Lain lagi dengan aplikasi Court Live Streaming. Perangkat lunak ini memungkinkan masyarakat untuk menyaksikan amar putusan kasasi dan peninjauan kembali secara langsung dari ruang sidang MA. Aplikasi ini tersedia pula dalam format situs web.
Plh. Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Sugiyanto menyatakan, Court Live Streaming merupakan perwujudan akses keadilan yang tak terbatas oleh jarak.
Selain itu, ada pula Satu Jari yang berfungsi untuk mengumpulkan data dari seluruh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi secara real time dan terintegrasi.
Data yang terkumpul digunakan sebagai bahan pemantauan kinerja dan evaluasi. Kemudian berlangsung proses analisis kinerja untuk memberikan informasi kepada badan pengadilan tentang aspek kinerja yang perlu ditingkatkan.
Keempat, aplikasi Lentera 2.0 (Layanan Elektronik Terpadu). Aplikasi ini berfungsi untuk mengelola promosi dan mutasi hakim. Di dalam proses promosi atau mutasi, beberapa faktor pertimbangan meliputi kompetensi hakim, kebutuhan pengadilan, serta kepentingan hakim.
Terakhir adalah e-IPLANS (electronic integrated planning system). Aplikasi ini digunakan untuk perencanaan anggaran, pengelolaan hibah, serta pengelolaan organisasi.
Semua akan dilakukan secara berjenjang dari satuan kerja tingkat pertama, tingkat banding, tingkat unit eselon satu, hingga tingkat lembaga di lingkungan MA.
Syarifuddin menegaskan bahwa teknologi hanyalah sarana untuk memudahkan pekerjaan. Keberadaan sumber daya manusia yang berintegritas tetap menjadi faktor terpenting.
“Teknologi akan berjalan sesuai sistem yang ditentukan oleh operatornya. Baik buruknya dampak teknologi akan tergantung dari faktor manusianya,” ucapnya.
Lima aplikasi tersebut bukan terobosan pertama Mahkamah Agung di ranah digitalisasi peradilan. Pada 2022, MA terlebih dulu meluncurkan aplikasi e-prima dan e-berpadu.
Aplikasi e-prima berfungsi membantu Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) dalam mengelola pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Bertujuan agar pengadaan terstruktur, jelas, logis serta berbasis kinerja.
Sementara itu, aplikasi e-berpadu memiliki fungsi pelayanan, meliputi pelimpahan berkas perkara pidana secara elektronik, permohonan izin/persetujuan penyitaan secara elektronik, permohonan izin/persetujuan pengeledahan secara elektronik, perpanjangan penahanan secara elektronik, permohonan izin besuk secara elektronik, permohonan pinjam pakai barang bukti secara elektronik, serta penetapan diversi.
Digitalisasi di lingkungan peradilan sepatutnya dilakukan sejalan kemajuan zaman. Berbagai inovasi digital yang dihadirkan MA bertujuan membantu kinerja peradilan, sembari memposisikan manusia tetap sebagai subjek penggerak utama.
Anugerah Mahkamah Agung Republik Indonesia 2023
Dalam kesempatan tersebut, Mahkamah Agung juga menganugerahkan penghargaan kepada pihak-pihak yang berkontribusi positif dalam pelaksanaan program-program pembaruan pengadilan.
Pihak-pihak yang dimaksud meliputi lembaga pengadilan, advokat, serta kementerian/lembaga atau pejabat tata usaha negara yang paling patuh pada putusan PTUN.
Kategori penganugerahan sendiri terdiri dari implementasi peradilan elektronik, implementasi gugatan sederhana, implementasi mediasi di pengadilan, keterbukaan informasi, dan kinerja layanan eksekusi putusan.
Penilaian dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif dengan proporsi 60 persen - 40 persen. Penilaian secara kuantitatif didasarkan pada kinerja yang tercatat dalam sistem informasi perkara maupun laporan yang ada pada Direktorat Jenderal.
Sedangkan penilaian kualitatif didasarkan pada kuisioner yang diedarkan di seluruh pengadilan tingkat pertama.
Ini adalah kali keempat Mahkamah Agung menggelar penganugerahan sejak pertama kali hal ini diselenggarakan tahun 2020.
Perbedaan utama dalam penganugerahan 2023 dengan tahun-tahun sebelumnya adalah anugerah tahun ini hanya diberikan kepada pihak-pihak yang menduduki peringkat satu, dua dan tiga.
"Hal ini bertujuan untuk menjaga tingkat kompetisi Anugerah MA tahun 2023 sekaligus mendorong peningkatan kinerja pengadilan-pengadilan dalam mengejar Anugerah MA tahun mendatang," ucap Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Republik Indonesia Takdir Rahmadi.