Alasan Mahfud Temui Korban Eksil 1965 di Belanda dan Ceko
Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PP HAM) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD akan memulihkan hak para korban pelanggaran HAM. Termasuk korban peristiwa 1965–1966, bukan untuk menghidupkan komunisme.
Untuk itu, Mahfud MD mengatakan dirinya akan menemui para korban eksil 1965–1966 di beberapa negara, seperti Belanda dan Ceko. "Melanjutkan menemui korban peristiwa 1965 yang eks Mahid atau Mahasiswa Ikatan Dinas yang dulu tidak boleh pulang, paspornya dicabut pada waktu, kemudian mereka sampai tua ada di sana," kata Mahfud kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (22/8).
Dia mengatakan jumlah para eksil sekitar 130 di berbagai negara. "Pada umumnya mereka hanya minta mereka tidak dianggap sebagai pengkhianat, mereka minta diakui sebagai warga negara yang setia kepada Indonesia," kata Mahfud MD.
Mahfud menyampaikan eksil yang menjadi korban saat peristiwa 1965–1966 sebagian besar merupakan para mahasiswa Indonesia yang berkuliah di luar negeri, tetapi mereka tidak dapat pulang ke Tanah Air.
“Banyak orang yang bersekolah di Eropa pada waktu itu tidak boleh pulang karena tidak membuat pernyataan mengutuk pemerintah lama,” katanya.
Para eksil yang kini berusia senja itu tak mau diajak pulang ke Indonesia. "Sehingga kami akan berdiskusi ke sana menyatakan tentang hak-hak konstitusionalnya," katanya.
Di Belanda, Mahfud dijadwalkan menemui para eksil di Amsterdam, sementara di Ceko, Menkopolhukam beserta tim bakal menemui para eksil di Praha. Mahfud juga akan melawat ke Turki dan Korea Selatan, tetapi itu untuk menekan dokumen kerja sama keamanan bersama pemerintah dua negara tersebut.