Dino Patti Djalal Minta ASEAN Kaji Ulang Strategi Penanganan Myanmar
Pendiri dan Ketua Umum Foreign Policy Community of Indonesia Dino Patti Djalal mengatakan pimpinan ASEAN harus memperjelas mekanisme utusan khusus atau special envoy dalam penanganan krisis politik di Myanmar. Menurutnya, hal tersebut harus menjadi salah satu hasil dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-43.
Dino mengatakan saat ini tidak ada sosok yang mendapatkan jabatan special envoy tersebut. Menurutnya, ASEAN sejauh ini hanya membentuk kantor utusan khusus dan masih belum menunjuk siapa utusan khusus yang dimaksud.
"Menurut saya perlu ada pengkajian ulang mengenai mekanisme penunjukan special envoy ini. Ke depan, perlu dipikirkan matang-matang apakah special envoy tersebut efektif atau tidak," kata Dino di Hotel Sultan, Senin (4/9).
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri ini mengatakan pemilihan utusan khusus menjadi penting lantaran Indonesia akan melalui Pemilihan Presiden tahun depan. Alhasil, jabatan Menteri Luar Negeri akan diganti.
Dino menjelaskan saat ini jabatan utusan khusus dimiliki oleh orang yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia maupun Thailand. Menurutnya, kedua negara tersebut akan memiliki jabatan utusan khusus secara bergiliran.
Akan tetapi, Dino menegaskan perlu ada sosok utusan khusus yang tidak akan terpengaruh kondisi politik di negara anggota ASEAN manapun. Menurutnya, hal tersebut penting lantaran penanganan krisis politik di Myanmar tidak bisa diselesaikan selama setahun dan secara estafet.
Di samping itu, Dino menyoroti posisi Indonesia dalam penyelesaian konflik di Myanmar. Pasalnya, pemerintah Indonesia mengimbau negara anggota ASEAN lainnya untuk tidak berinteraksi dengan Myanmar, kecuali Indonesia.
Dino mengatakan, Indonesia tidak memiliki akses ke pemangku kepentingan di Myanmar. Sementara itu, Dino menemukan Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai telah berhasil bertemu dengan tiga pemangku kepentingan Myanmar belum lama ini.
Pimpinan yang dimaksud adalah Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing, Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin, dan Ketua National League for Democracy Myanmar Aung San Suu Kyi.
Oleh karena itu, Dino menilai ASEAN sebaiknya membuka akses percobaan perdamaian konflik Myanmar pada semua negara anggota ASEAN. Menurutnya, hal tersebut masih akan sesuai dengan Konsensus Lima Poin atau 5PC.
"Salah satu poinnya adalah ASEAN harus bisa bertemu dengan para pemangku kepentingan Myanmar. Enggak dibilang hanya Ketua ASEAN yang boleh menemui pemangku kepentingan Myanmar," kata Dino.
Dino menganalogikan pembukaan akses tersebut seperti penyelesaian konflik di Kamboja pada 1979. Menurutnya, saat itu semua negara yang memiliki akses dialog dengan Kamboja diperbolehkan melakukan interaksi.
Akhirnya ada sekitar lima negara yang melakukan interaksi dengan kamboja, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Australia, bahkan Prancis. Dino berpendapat akses ke pemangku kepentingan Myanmar merupakan kunci penyelesaian krisis politik di sana.
"Kalau hanya Indonesia yang boleh berinteraksi, akhirnya penyelesaian masalah enggak akan bergerak. Kita harus pragmatis, leadership ASEAN itu harus menggunakan semua yang punya akses," kata Dino.