Karhutla Tahun Ini Memburuk, Ancam Capaian Target Iklim Indonesia

Happy Fajrian
5 September 2023, 07:18
kebakaran hutan dan lahan, karhutla
ANTARA FOTO/Auliya Rahman/hp.
Petugas dari satgas gabungan pemadam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berusaha memadamkan kebakaran lahan di Jalan Tjilik Riwut Km 9, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (31/8/2023).

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia tahun ini dinilai lebih buruk dibandingkan tahun lalu, yang meluas dengan cepat sepanjang Juli hingga Agustus 2023. Madani Berkelanjutan menilai jika karhutla tidak ditangani dengan tepat berpotensi menghambat pencapaian target iklim nasional.

Berdasarkan model Area Indikatif Terbakar (AIT) yang dikembangkan Madani Berkelanjutan, luas total Area Indikatif Terbakar di Indonesia selama Januari - 21 Agustus 2023 telah mencapai 262 ribu hektare (ha), lebih luas dibandingkan tahun lalu 204 ribu ha. Area Indikatif Terbakar di ekosistem gambut sudah mencapai 45 ribu ha.

Legal Officer Madani Berkelanjutan Sadam Alfian mengatakan karhutla berpotensi semakin besar dalam beberapa bulan ke depan.

“Kami mendorong lembaga-lembaga di pusat dan daerah yang telah dimandatkan dalam Inpres Penanggulangan Karhutla untuk berkomitmen melaksanakan tugas dan kewajibannya,” ujarnya dalam siaran pers, dikutip Selasa (5/9).

Sebagaimana diketahui, sektor hutan dan lahan merupakan kunci yang sangat vital dalam pencapaian komitmen iklim Indonesia dalam NDC (Nationally Determined Contribution). Ini juga erat hubungannya dengan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 sebagai strategi yang menjamin keselarasan dengan target Paris Agreement yang menargetkan karhutla ditekan hingga nol.

“Kebakaran di gambut perlu ditanggulangi segera karena dapat menimbulkan kabut asap yang sangat membahayakan kesehatan masyarakat dan kerugian ekonomi,” ujar Yosi Amelia, Program Officer Hutan dan Iklim MADANI Berkelanjutan. “Agar tidak terbakar lagi, ekosistem gambut yang terbakar juga perlu dimasukkan ke dalam Peta Prioritas Restorasi Gambut 2024.”

Dari sisi wilayah, sepuluh provinsi paling rawan terbakar adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Riau, dan Aceh. Pada periode Januari-21 Agustus 2023, ke-10 provinsi tersebut memiliki luas Area Indikatif Terbakar paling tinggi.

Di tingkat kabupaten, 10 kabupaten paling rawan adalah Kabupaten Sanggau, Ketapang, Merauke, Landak, Sintang, Kapuas Hulu, Sekadau, Hulu Sungai Selatan, Kubu Raya, dan Tanah Laut. Area Indikatif Terbakar di Kabupaten Sanggau bahkan naik 147 kali lipat pada periode Juni ke Agustus.

“Seluruh pihak perlu bahu-membahu menanggulangi api di provinsi dan kabupaten yang paling rawan. Penanggulangan tidak boleh hanya difokuskan pada pemadaman api, tetapi juga harus mencakup penanganan masyarakat yang terdampak asap dan bantuan pembukaan lahan tanpa membakar untuk masyarakat adat dan lokal” kata Resni Soviyana, Program Officer Pembangunan Hijau MADANI Berkelanjutan.

“Selain itu, pemerintah provinsi Aceh dan Papua pun perlu segera menetapkan status siaga darurat karhutla karena masuk sepuluh provinsi dengan Area Indikatif Terbakar paling besar namun belum menetapkan siaga darurat,” ujarnya lagi.

Area terindikasi terbakar di wilayah izin dan konsesi meningkat berkali-kali lipat dari Juni ke Agustus. Area indikatif terbakar paling tinggi dari Januari-21 Agustus 2023 terdapat di izin perkebunan sawit dengan 40 ribu ha, disusul PBPH-HT (hutan tanaman) dengan 22,7 ribu ha, dan konsesi migas dengan 20,3 ribu ha.

“Sangat penting bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di area izin dan konsesi dengan Area Indikatif Terbakar terluas. Tidak kalah penting, di tahun politik ini potensi pemberian izin di area hutan alam dan ekosistem gambut akan mengindikasikan praktik yang tidak memperhatikan perspektif pembangunan berkelanjutan,” kata Sadam.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 2.724 peristiwa bencana alam di Indonesia selama periode 1 Januari-1 September 2023. Adapun karhutla menempati urutan ketiga dengan 487 kejadian.

Karhutla menghasilkan berbagai jenis emisi yang bisa memberi dampak buruk bagi manusia dan lingkungan. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karhutla yang terjadi di seluruh Indonesia selama periode Januari-Juli 2023 menghasilkan emisi karbon sekitar 9,60 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...