Perlindungan Whistleblower Dinilai Bisa Dongkrak Kepercayaan Publik
Seorang informan publik atau whistleblower merupakan penopang penting dalam kegiatan jurnalisme. Perannya dibutuhkan untuk mengungkap fakta terjadinya suatu peristiwa. Meski begitu, Direktur Katadata Insight Center Adek Media Roza mengatakan kondisi di lapangan menunjukkan perlunya peningkatan perlindungan bagi para whistleblower.
Menurut Adek berdasarkan riset akademik kondisi whistleblower di Indonesia belum mendapat perlindungan maksimal. Ia menilai meski sudah ada Undang-undang Perlindungan Saksi dan lembaga khusus yang menaungi yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK, namun masih banyak ditemukan kondisi whistleblower yang memprihatinkan.
“Ketika kita lihat satu persatu kasus-kasus whistleblower, banyak kondisinya itu cukup menyedihkan. Apakah dia dipersekusi, apakah didoksing, apakah dia kemudian malah ikut-ikut jadi tersangka hingga dipenjara,” kata Adek pada sesi diskusi dalam rangkaian Festival Indonesialeaks yang digelar Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Dalam paparannya, Adek memberikan contoh pada 2020 terdapat penurunan kepercayaan whistleblower terhadap jurnalis dibanding tingkat kepercayaan pada 1980 hingga 2010. Pernyataan itu didasarkan hasil penelitian jangka panjang yang berlangsung di Amerika Serikat.
“Saat penelitian itu dilakukan, tingkat kepercayaan whistleblower terhadap jurnalis itu mulai menurun,” kata Adek.
Lebih jauh ia menjelaskan salah satu penyebab menurunnya kepercayaan whistleblower kepada jurnalis karena adanya anggapan bahwa media tak cukup memberikan perlindungan. Padahal menurut Adek asumsi itu tidak cukup relevan lantaran perlindungan seharusnya diberikan oleh pemerintah.
“Whistleblower merasa medianya lepas tangan setelah kasusnya di-blow up kemudian si whistleblower menjadi bulan-bulanan diskusi publik,” kata Adek.
Pada agenda yang sama, Pemimpin Redaksi Suara.com Suwarjono mengungkapkan salah satu tantangan yang membuat hubungan whistleblower dan media berjarak adalah kurangnya liputan investigatif. Pada praktiknya wartawan atau media biasanya bekerja sama dengan whistleblower ketika menggarap produk investigatif atau yang mendalam.
Menurut dia industri media saat ini banyak yang tidak lagi mendukung peliputan investigasi. Alasannya selain karena biaya yang mahal, juga karena waktunya yang lama.
“Bandul industri media belakangan semakin mengarah ke hal-hal yang kontennya berbasis kecepatan, kemudian konten berbasis ringan, tidak masuk ke substansi,” kata Suwarjono.
Pada acara diskusi yang sama, hadir pula Direktur Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK Tomi Murtomo. Tomi menilai peranan pengaduan masyarakat sangatlah penting bagi lembaga antirasuah.
“Kalau boleh dibilang sebagian besar perkara di penindakan yang ditangani oleh kpk itu informasi awalnya dari pengaduan, tapi ada juga penanganan-penanganan perkara yang berdasarkan pengembangan, di penyelidikan maupun penyidikan,” kata Tomi.
Kerahasiaan Informasi
Mengenai perlindungan, Tomi menyebut hal itu perlu didahului dengan ketaatan pada prinsip kerahasiaan. Menurutnya, sebelum membahas perlindungan perlu disinggung mengenai kerahasiaan. Pasalnya, ia menyebut banyak pihak yang setelah melapor malah memberitahukan pada pihak luar ihwal pelaporannya. Tomi mengatakan seharusnya tidak demikian.
Di sisi lain, Adek berpandangan perlu ada wadah bagi para whistleblower menyampaikan informasi dengan rasa aman. Salah satunya adalah seperti yang diungkap Indonesialeaks, platform bersama untuk menghubungkan whistleblower dengan media. Saat ini Indonesialeaks telah beranggotakan sejumlah jurnalis dan bekerja sama dengan sejumlah lembaga.
“Bagaimana platform yang bisa secure, yang bisa dipercaya publik itu menambah motivasi whistleblower untuk bisa mengungkap cerita versi dia,” kata Adek.
Pada diskusi tersebut juga menghadirkan Direktur Eksekutif PPMN Fransisca R. Susanti. Kegiatan dimoderatori Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ika Ningtyas.
Selain diskusi, rangkaian kegiatan juga dimeriahkan dengan mini workshop, pemutaran film dokumenter ‘Indonesialeaks: sebuah inisiatif’ yang merupakan hasil kolaborasi PPMN dengan Watchdoc, dan penampilan stand-up comedy.